Di dalam pemerintahan SBY, beberapa pengamat menilai, jalannya pemerintahan saat itu lebih disebabkan sistemnya yang berjalan, bukan karena adanya kehadiran pemimpin atau pilot. Ketika itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia 6,5 persen dinilai juga karena adanya gerakan dari pasar yang berjalan sendiri tanpa ada kawalan kebijakan dari pemerintah.
Negara sempat dikritisi ketika harga-harga melambung karena mekanisme pasar, tetapi tidak ada langkah yang dilakukan oleh pemimpin terkait. Pemimpin, atau yang dalam sistem pemerintahan disebut presiden, menteri, gubernur, bupati, hingga wali kota, tidak bergerak mengarahkan "pesawat" kembali ke arah yang benar.
Adapun otopilot lebih dikenal di sistem navigasi, sebuah sistem mekanikal, elektrikal, atau hidrolik yang memandu sebuah kendaraan tanpa campur tangan dari manusia. Umumnya otopilot dihubungkan dengan pesawat, tetapi juga digunakan di kapal dengan istilah yang sama.
Seorang pilot pesawat atau nakhoda kapal biasanya mengaktifkan mode otopilot pada ketinggian atau situasi tertentu. Penumpang pun tidak sadar bahwa pesawat itu tidak dalam kendali si pilot.
Di dalam penerbangan atau kapal, jika dalam keadaan otopilot, sistem ini tidak akan bertahan andaikata terjadi badai. Pesawat dan kapal akan terombang-ambing ke segala arah. Di saat inilah, dibutuhkan pengendalian manusia, bukan lagi sistem.
Disimpulkan, otopilot adalah kondisi tanpa adanya kehadiran seorang pemimpin karena sistem sudah berjalan dengan otomatis.
Kondisi saat ini dirasa seperti belum ada campur tangan atau kendali dari pemimpin. Pasar nyatanya masih bergerak, kementerian masih berjalan, pegawai masih bekerja seperti biasanya, semua berjalan normal seperti apa adanya.
Padahal, Presiden Joko Widodo sepekan ini belum juga mengumumkan struktur kabinetnya. Di sisi lain, Dewan Perwakilan Rakyat pun belum menetapkan unsur teknis mereka, alat kelengkapan DPR dan komisi, sejak dilantik 1 Oktober kemarin. (Baca: Pengumuman Kabinet Jokowi Baru Bisa Dilakukan Pekan Depan?)
Presiden masih sibuk menyeleksi para pembantunya. Karena itu, dia belum bisa membuat kebijakan yang dirasakan oleh rakyatnya secara langsung. Karena itu, di kementerian pun tidak ada yang dapat membuat kebijakan yang berdampak karena tidak ada menterinya.
Negara nyatanya tetap berjalan tanpa kehadiran pemimpinnya, mungkin rakyat tidak merasakan, karena sistem sudah berjalan. Jika memang itu yang terjadi saat ini, apa gunanya pemimpin? Karena negara sudah berjalan dengan sendirinya, rakyat pun akhirnya melakukan aktivitas seperti biasanya. Pengusaha berdagang seperti biasanya, bussiness as usual.
Kehadiran pemerintah dalam kehidupan belum begitu dirasakan, kecuali sistem yang memang berjalan seperti biasanya, meski kepala belum memberikan instruksi. Ini wajar terjadi saat peralihan dalam kekuasaan berlangsung, namun situasi ini adalah rentan di kala ada pihak-pihak yang menginginkan keadaan berubah, menurut kemauannya.
Di negara modern, pemerintah memang tidak begitu mencampuri urusan rakyatnya, pemerintah cenderung menjadi fasilitator terhadap apa yang berkembang di masyarakat, namun tetap sesuai dengan aturan dan hukum yang berlaku. Meski begitu, dalam pengambilan keputusan atau eksekusi, peran pemerintah begitu penting.
Apakah saat ini Indonesia mengaktifkan mode otopilot, atau bahkan tidak mengaktifkannya sama sekali, dan tidak memegang kendali. Terakhir, siapa sebenarnya yang memegang kendali?
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.