JAKARTA, KOMPAS.com — Politisi PDI Perjuangan Aria Bima mengaku sempat berang ketika Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso yang memimpin sidang paripurna pengesahan RUU Pilkada memutuskan hanya dua opsi yang akan dipilih secara voting. Ia mengatakan, Priyo terlalu cepat mengetuk palu tanpa mempertimbangkan opsi ketiga yang ditawarkan Partai Demokrat, yakni pilkada langsung dengan 10 syarat mutlak.
"Saya berang waktu Priyo putuskan cuma ada dua opsi, langsung dan tidak langsung. Tanpa melihat opsi dari Demokrat, itu tetap dilanjutkan," kata Aria dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (27/9/2014).
Aria menilai, Priyo terlalu cepat membuat keputusan karena ingin mempersingkat waktu sidang yang diselingi lobi selama empat jam. Padahal, kata Aria, saat itu PDI-P, PKB, dan Partai Hanura telah mendukung opsi yang ditawarkan Demokrat.
"Sidang kemarin padahal Priyo tahu PDI-P, Hanura, dan PKB memberi dukungan 100 persen dengan pilkada 10 syarat itu. Tapi, Demokrat malah kaget kita dukung," ujarnya.
Mendengar pernyataan tersebut, Priyo menyatakan bahwa opsi yang diajukan Demokrat tidak memenuhi suara mayoritas. Menurut Priyo, dalam lobi yang memakan waktu berjam-jam lamanya, kedua opsi di awal, yakni pilkada langsung atau pilkada melalui DPRD, merupakan opsi voting yang lebih banyak dipilih fraksi lainnya.
"Yang jadi persoalan, opsi itu tidak bisa diterima sebagian besar fraksi. Karena tidak mufakat, maka opsi Demokrat didrop," kata Priyo.
Priyo mengatakan, posisinya sebagai pimpinan saat itu begitu sulit dan harus tetap bersikap adil. Namun, ia mengaku terkejut ketika pada akhirnya Demokrat memilih mundur dari persidangan "Saya tidak pernah prediksi Demokrat walkout itu bagai durian runtuh. Saya kaget, kita semua kaget, tapi itu hak politik," ujar Priyo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.