“Mengeluarkan isu sepuluh poin sekitar sepuluh hari sebelum rapat paripurna jelas merupakan jalan berkelit untuk tidak menyetujui pilkada langsung. Cara-cara PD seperti ini sudah terbaca sejak awal,” kata Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti, Jumat (26/9/2014) dini hari.
Ray mengatakan usul soal 10 syarat itu mencurigakan, karena kesepuluh poin tak pernah ada dalam draf RUU Pilkada yang diajukan Pemerintah. Meski draf tersebut diajukan oleh Kementerian Dalam Negeri, inisiasi Pemerintah tersebut tetap berada di bawah komando Presiden yang juga adalah Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono.
Ray pun berpendapat, pilihan tindakan walkout yang ditempuh Partai Demokrat, semakin meneguhkan kesan bahwa SBY tak punya ketetapan hati. Pada satu sisi membiarkan Kementerian Dalam Negeri mengusulkan revisi UU Pilkada itu tanpa embel-embel 10 syarat, tetapi di sisi lain Fraksi Demokrat pilihan sikapnya tak mendukung pilkada langsung tanpa syarat itu.
“Jelas, cara berpolitik ala SBY ini jauh dari kesantunan dan jauh pula dari upaya memberi contoh yang baik dalam demokrasi," tegas Ray. "Politik lain di bibir lain di tindakan hanya membuat subtansi berpolitik jadi terpinggirkan,” imbuh dia.
Dengan perkembangan ini, Ray pun mempertanyakan penghargaan yang diterima SBY untuk capaian di bidang demokrasi. Sikap yang diambil Fraksi Demokrat di DPR, ujar dia, secara tak langsung memperlihatkan bahwa SBY ingin membalik reformasi ke rezim Orde Baru.
“Bagi para pengusung pilkada langsung, tidak ada yang disesali kecuali tindakan politik cuci tangan SBY," tegas Ray. "Sayang, di ujung masa bakti Fraksi Demokrat (di DPR) dan Presiden SBY, mereka memberi kado buruk bagi hampir 80 persen rakyat Indonesia yang mendukung pilkada langsung.”
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.