Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politisi PKS Kecewa MA Perberat Hukuman Luthfi

Kompas.com - 16/09/2014, 11:48 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Fraksi PKS di DPR Abdul Hakim menyayangkan putusan Mahkamah Agung yang memperberat hukuman untuk mantan Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq (Baca: Hak Politik Luthfi Hasan Ishaaq Dicabut, Hukumannya Diperberat Jadi 18 Tahun). Menurut Abdul, putusan MA tidak mendasar dan partainya akan membantu Luthfi untuk mengajukan pembelaan.

Abdul mengatakan, PKS akan membantu Luthfi mencari ruang pembelaan melalui pengajuan peninjauan kembali (PK) terkait vonis hukumnya. Ia yakin, pengajuan PK itu akan mendapat banyak dukungan dari dalam dan luar PKS. "Kami sangat menyayangkan putusan itu, tidak cermat dan sumir," kata Abdul di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (16/9/2014).

Di lokasi yang sama, anggota Majelis Syura PKS Refrizal juga menyayangkan putusan MA tersebut. Ia menganggap putusan itu tidak adil karena dirinya yakin Luthfi tak bersalah. "Tidak adil. Apa yang dikorupsi tidak jelas. Saya minta ke Luthfi apakah peninjauan kembali bisa dilakukan," ujarnya.

Majelis kasasi Mahkamah Agung memutuskan memperberat hukuman Luthfi, dari 16 tahun menjadi 18 tahun penjara. Dalam putusannya, MA juga menyatakan mencabut hak politik Luthfi. Putusan kasasi itu dijatuhkan pada Senin (15/9/2014) kemarin dengan ketua majelis kasasi yang juga Ketua Kamar Pidana MA, Artidjo Alkostar, dengan anggota majelis Hakim Agung M Askin dan MS Lumme
JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto menilai, putusan Mahkamah Agung yang mencabut hak politik mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq harus menjadi rujukan bagi hakim pada pengadilan di bawahnya. Sejauh ini, hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi belum pernah mencabut hak politik seorang terdakwa meskipun jaksa KPK telah menuntut pencabutan hak politik. (Baca: Hak Politik Luthfi Hasan Ishaaq Dicabut, Hukumannya Diperberat Jadi 18 Tahun)

"Itu sebabnya putusan MA itu harus jadi preferensi hakim di bawahnya dan pantas dijadikan benchmark dan rujukan bagi pengadilan," kata Bambang melalui pesan singkat yang diterima Kompas.com, Selasa (16/9/2014).

Bambang mengatakan, sudah menjadi fakta yang tidak terbantahkan jika terjadi privatisasi dan personalisasi kekuasaan oleh pejabat publik secara melawan hukum dan transaksional yang semakin masif. KPK mengapresiasi putusan MA tersebut. (Baca: MA Nilai Perbuatan Luthfi Hasan merupakan Korupsi Politik).

Selaku anggota DPR, Luthfi terbukti melakukan hubungan transaksional dengan mempergunakan kekuasaan elektoral demi imbalan atau fee dari pengusaha daging sapi. Ia juga terbukti menerima janji pemberian uang senilai Rp 40 miliar dari PT Indoguna Utama dan sebagian di antaranya, yaitu senilai Rp 1,3 miliar, telah diterima melalui Ahmad Fathanah (Baca: Luthfi Hasan Juga Didenda Rp 1 Miliar).

Sebelumnya, Luthfi mendapat vonis hukuman 16 tahun penjara pada sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Ia dinyatakan terbukti korupsi dan melakukan tindak pidana pencucian uang. Pengadilan tipikor juga menjatuhkan hukuman tambahan denda Rp 1 miliar subsider satu tahun kurungan. Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta hanya memperbaiki lamanya subsider denda, yaitu dari satu tahun kurungan menjadi enam bulan kurungan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com