JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Indonesia Parliamentary Center Sulastio menilai DPR RI mengabaikan kritik publik terkait disahkannya panitia khusus tata tertib MPR, DPD, DPR, dan DPRD (MD3) pada 26 Agustus 2014. Hal ini tecermin dari banyaknya pihak yang mengajukan uji materi undang-undang MD3 ke Mahkamah Konstitusi.
"Ada enam pihak yang sangat krusial mengajukan uji materi UU ini ke MK. Tapi DPR masih tetap mengesahkan pansus tatib. Artinya, DPR tidak belajar dari kritikan publik dan fakta di lapangan, " ujar Sulastio, Minggu (31/8/2014).
Keenam pihak tersebut adalah Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perubahan UU MD3, PDI Perjuangan, Dewan Perwakilan Daerah RI, sejarawan JJ Rizal yang didampingi Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), dan beberapa aktivis perempuan. Menurut Sulastio, penolakan terhadap UU tersebut sangat kuat, antara lain dari salah satu pembuatnya, yakni PDI-P, dan salah satu pihak yang diaturnya, yakni DPD.
Selain itu, ujar dia, UU ini juga dibuat dan disahkan dalam waktu yang tidak kondusif pada masa persiapan Pemilu Presiden 2014. Susunan pansus revisi UU dan pansus tatib pun hampir sama (baca: Inilah Daftar Anggota Pansus Tata Tertib DPR). Sulastio menilai terlalu banyak kepentingan yang masuk dalam penyusunan revisi dan tatib.
"Membuat UU tidak mudah dan butuh anggaran besar. Kalau ujung-ujungnya ke MK, untuk apa DPR buat UU?" kata dia.
Untuk itu, ia berpendapat bahwa pansus tatib yang sudah disahkan harus cermat melihat kemungkinan tatib yang disusun akan ditolak. Selain itu, anggota DPR juga harus mengingat bahwa janji mereka saat terpilih pada 2009 adalah komitmen bagi konstituen mereka, bukan pada elite parpol yang dinilai memiliki kepentingan dengan UU ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.