JAKARTA, KOMPAS.com — Pakar hukum tata negara dari Universitas Hasanuddin Makassar, Margarito Kamis, mengatakan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) harus menjalankan perannya sesuai prosedur dalam menghadapi sengketa hasil Pemilu Presiden 2014. Ia berharap MK tidak terjebak hanya dengan memperhatikan selisih perolehan suara dari masing-masing kandidat.
"MK jangan menyandera dirinya menjadi 'Mahkamah Kalkulator' karena hanya menghitung angka-angka," kata Margarito dalam sebuah diskusi di Bidakara, Jakarta, Senin (4/8/2014).
Ia mengatakan, MK harus menempatkan diri sebagai pengawal konstitusi yang fokus mengawal prosedur semua tahapan, ketaatan hukum, dan semangat dalam Pilpres 2014. Peran itulah yang menjadi alasan utama dibentuknya MK untuk memastikan martabat dalam hukum.
Margarito mendorong MK melakukan terobosan dalam menangani sengketa hasil pilpres. Terobosan itu pernah dilakukan MK saat menangani sengketa hasil pemilu kepala daerah yang saat ini dikenal dengan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif.
"Dalam pilkada saja MK melakukan terobosan, kenapa di pilpres tidak bisa bergerak lebih hebat?" ujarnya.
MK telah menerima berkas gugatan pasangan calon presiden-calon wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa atas hasil pilpres yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). KPU telah menetapkan pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden terpilih dengan perolehan 70.997.833 suara atau 53,15 persen. Adapun Prabowo-Hatta memperoleh 62.576.444 suara atau 46,85 persen.
Kubu Prabowo-Hatta menilai, Pilpres 2014 yang diselenggarakan oleh KPU bermasalah, tidak demokratis, dan bertentangan dengan UUD 1945. Partai koalisi pendukung Prabowo-Hatta juga mewacanakan dibentuknya panitia khusus kecurangan Pilpres 2014 di DPR.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.