Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 23/07/2014, 01:10 WIB
Catatan Kaki Jodhi Yudono

Saya kira, semuanya akan berakhir pada tanggal 22 Juli 2014, saat Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan hasil pilpres yang berlangsung pada 9 Juli. Semuanya happy, bahagia, dan penuh tawa. Yang kalah mengucapkan selamat kepada yang menang, sementara yang menang juga mengucapkan terima kasih kepada yang kalah karena telah menjadi mitra tanding yang sehat.

Saya kira, semuanya akan segera bersatu kembali setelah sebelumnya terpecah menjadi dua kubu. Mereka yang mendukung dua kubu calon presiden saling bersalaman dan bersatu lagi ke dalam sebuah keluarga bernama bangsa Indonesia.

Namun, apa yang terjadi? Saat jarum jam menunjukkan pukul 15.30, KPU baru menyelesaikan penghitungan untuk 30 provinsi dari 33 provinsi. Pada saat bersamaan, Prabowo melalui pidato politiknya mengumumkan "mengundurkan diri" dari Pilpres 2014, dan menarik semua saksi kubunya dari gedung KPU.

Selanjutnya, sebelum berpamitan dari ruang sidang KPU, tim saksi pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa menyampaikan lima poin keberatan. Berikut adalah isi surat keberatan Prabowo Subianto bernomor 07001/capresno1/2014, yang dibacakan salah satu anggota tim saksi, Rambe Kamarul Zaman, dalam Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Nasional di Gedung KPU Pusat, Jakarta:

"Kami menemukan beberapa hal yang memperlihatkan cacatnya proses Pilpres 2014 sehingga hilangnya hak-hak demokrasi WNI, antara lain:

1. Proses pelaksanaan pilpres 2014 yang diselenggarakan KPU bermasalah tidak demokratis dan bertentangan dengan UUD 45. Sebagai pelaksana pemilu, KPU tidak adil dan tidak terbuka. Banyak aturan main yang dibuat dan dilanggar sendiri oleh KPU.

2. Rekomendasi Bawaslu atas segala kelalaian dan penyimpangan di lapangan di berbagai wilayah Tanah Air diabaikan oleh KPU.

3. Ditemukannya tindakan pidana pemilu dengan melibatkan pihak penyelenggara pemilu dan asing dengan tujuan tertentu hingga pemilu tidak jujur dan adil.

4. KPU selalu mengaitkan masalah ke MK seolah-olah setiap keberatan dari tim Prabowo-Hatta merupakan bagian dari sengketa yang harus diselesaikan melalui MK. Padahal, sumber masalah ada pada internal KPU.

5. Terjadi kecurangan yang masif, terstruktur, dan sistematik pada pelaksanaan pemilu."

Inilah keniscayaan demokrasi. Ibarat panggung teater, tak ada pertunjukan yang sempurna. Kendati para aktor dan kru pendukung pementasan sudah berlatih berbulan-bulan, ada saja halangannya. Itu bisa jadi karena ada aktor yang tak hafal naskah, atau ada salah satu lampu yang mati, atau penonton gaduh sehingga vokal para aktor tidak jelas, atau....

Begitulah, selalu saja ada kekurangan pada setiap pertunjukan. Akan tetapi, tetap saja tontonan harus dirampungkan, dengan segenap kekurangan dan kelebihannya. The show must go on!

Sebab, para pekerja teater itu sadar, apa yang mereka lakukan di atas panggung adalah semata demi penonton dan juga demi mereka sendiri. Mereka sadar, jika mereka mengecewakan penonton dengan merusak atau menggagalkan pertunjukan, berarti juga mematikan perjalanan karier kelompok teater mereka.

Demikian juga pada setiap pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat, bupati/wali kota, gubernur, hingga presiden seperti yang sudah kita laksanakan pada 9 Juli 2014, seharusnya memang panggung Pilpres 2014 ini berlangsung hingga purna, apa pun yang terjadi, termasuk saat saksi-saksi dari kubu Prabowo-Hatta melakukan walk out.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Nasional
Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

Nasional
Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Nasional
Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Nasional
Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

BrandzView
Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Nasional
Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com