JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad mengatakan, penegakan hukum dan pemberantasan korupsi tidak boleh dihalangi peraturan perundang-undangan, termasuk Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) yang baru direvisi. Abraham menilai DPR dan Pemerintah tidak mendukung pemberantasan korupsi jika dalam UU MD3 tersebut diatur bahwa pemanggilan anggota DPR oleh penegak hukum harus seizin Presiden RI.
"Karena kalau MD3 memuat aturan tentang itu, berarti DPR dan Pemerintah tidak punya keinginan memberantas korupsi secara sungguh-sungguh. Padahal korupsi di negeri ini sangat masif sehingga diperlukan tindakan yang progresif, bukan justru membuat aturan yang melemahkan pemberantasan korupsi," kata Abraham melalui pesan singkat, Jumat (11/7/2014).
Dalam draf revisinya, RUU MD3 memuat pemanggilan anggota DPR oleh penegak hukum harus dilakukan atas izin presiden. Namun dalam UU yang disahkan, penegak hukum tak memerlukan izin presiden untuk memanggil anggota DPR.
Dalam Pasal 245 ayat 1 UU MD3 dimuat ketentuan bahwa penyidik baik dari Kepolisian, dan Kejaksaan harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari Mahkamah Kehormatan Dewan. Namun, dalam pasal 245 ayat 3 UU MD3 disebutkan bahwa Kepolisian, Kejaksaan dan KPK tak perlu izin dari Mahkamah Kehormatan Dewan untuk memeriksa anggota DPR jika (a) tertangkap tangan melakukan tindak pidana (b) disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup (c) disangka melakukan tindak pidana khusus.
pedoman pemberitaan media siber. Judul sebelumnya "UU MD3 Direvisi, KPK Nilai DPR dan Pemerintah Tak Serius Berantas Korupsi". Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.