Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/07/2014, 06:33 WIB
Rahmat Fiansyah

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Pasca-pemungutan suara pemilu presiden 9 Juli 2014, publik dihadapkan pada dua versi hasil hitung cepat atau quick count yang hasilnya berbeda. Delapan lembaga survei menempatkan pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla unggul dibandingkan rivalnya, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Sementara itu, empat lembaga survei lainnya menunjukkan hasil yang sebaliknya, Prabowo-Hatta menempati urutan pertama.

Bagaimana sebenarnya sebuah lembaga membangun dan membuat agar mesin quick count bekerja?

Anggota Dewan Etik Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia Hamdi Muluk mengatakan, quick count atau Parallel Vote Tabulation (PVTs) merupakan alat yang diadopsi dari The National Democratic Institute (NDI). Hamdi menjelaskan, quick count adalah alat untuk mengetahui hasil pemilu secara cepat dengan mengambil sampel di tempat pemungutan suara (TPS).

"Quick count bukan sekadar untuk tahu pemilu saja, tapi juga sebagai perbandingan dengan hasil resmi KPU (Komisi Pemilihan Umum). Jadi bisa dibilang ini adalah alat untuk mengawal demokrasi," kata Hamdi, saat ditemui di kawasan Sudirman, Jakarta, Kamis (10/7/2014) petang.

Berikut tahapan-tahapan kerja lembaga survei saat melakukan quick count:

1. Menentukan sampel TPS
Langkah pertama membangun mesin quick count adalah menentukan sampel TPS. Hamdi mengatakan, sampel TPS yang diambil harus diambil secara acak dan representatif dengan mewakili karakteristik populasi di Indonesia.

"Semakin besar jumlah sampel TPS yang diambil, semakin kecil tingkat kesalahan atau margin of error," kata dia.

Sementara itu, Manajer Riset Poltracking Arya Budi juga menyatakan, makin besar jumlah sampel yang diambil, makin akurat hasil yang didapat. Dia juga mengatakan, metode acak (random sampling), terutama multistage random sampling juga ikut menjadi penentu akurasi selain jumlah sampel.

"Hampir semua quick count memakai metode pengacakan sehingga persebaran merata dan proporsional. Kalau di luar pengacakan, hasilnya bisa jadi berbeda meski jumlah sampelnya sama-sama 2.000 TPS," ujar Arya.

Dia menjelaskan, penentuan sampel di Poltracking dilakukan di tingkat pusat. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, kata Arya, penentuan sampel harus dilakukan mulai dari nasional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan, hingga TPS.

"Titik krusial quick count ini ada di sampling (penentuan sampel). Semakin ketat melakukan sampling, semakin bagus (hasilnya). Akurasi berbicara di level sampling," jelasnya.

Hamdi menambahkan, jumlah sampel TPS juga terkait dengan alokasi dana yang dimiliki. Semakin banyak jumlah sampel, kata dia, semakin besar pula dana yang dikeluarkan karena berkaitan dengan honor para relawan.

2. Merekrut relawan
Arya mengatakan, merekrut relawan adalah langkah kedua membangun tahapan melakukan quick count, setelah menentukan sampel TPS. Para relawan ini bertugas memantau TPS hingga rekapitulasi suara untuk kemudian mengirimkannya ke pusat data.

Menurut Arya, dalam prosedur standar lembaganya, para relawan direkrut berdasarkan asal kelurahan di mana sampel TPS berada. Alasannya, para relawan bisa lebih mengetahui tantangan geografis dan sosial wilayah TPS.

Selain itu, kata Arya, Poltracking juga membekali para relawan dengan pelatihan mengenai quick count. Selain memberikan logistik, relawan akan mendapat pengetahuan dan keahlian dari tutor di tingkat provinsi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com