Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tantangan Kabinet Mendatang

Kompas.com - 19/06/2014, 17:22 WIB

Oleh: Radhar Panca Dahana

The real menace of our Republic is the invisible government, which like a giant octopus sprawls its slimy legs over our cities, states, and nation... The little coterie of powerful international bankers virtually run the US government for their own selfish purposes.

Michael Snyder, 2013

KUTIPAN di atas saya kira bukan omong kosong karena dilengkapi data dan bukti-bukti yang juga bisa kita temukan atau cek silang dengan banyak sumber lainnya.

Data itu, antara lain, hasil riset sebuah lembaga yang berkedudukan di Zurich, Swiss Federal Institute of Technology, yang mengambil sampel 43.000 perusahaan transnasional (TNC) terkemuka. Riset ini menemukan data, ternyata semua sampel itu dimiliki oleh hanya 147 perusahaan induk. Dan tak kurang dari 60 persen kekayaan 147 perusahaan induk itu dimiliki oleh hanya 25 bank.

Kekayaan para elite global, seperti pernah saya tuliskan (Tragedi Dunia Janus, Kompas, 24/2/2014), dimiliki oleh hanya 85 orang dengan total nilai kekayaan yang setara pendapatan setengah penduduk dunia alias 3,5 miliar manusia. Dalam riset lembaga di atas, kekayaan itu ditanamkan di bank-bank seberang lautan di mana pajak tak membebani mereka, seperti di Cayman Island. Total harta off-shore elite global itu tercatat hingga 32 triliun dollar AS atau sekitar Rp 350.000 triliun dengan potensi kehilangan pajak mencapai 280 miliar dollar AS.

Angka harta di atas lebih banyak daripada total pendapatan nasional ditambah seluruh utang negara terkaya dunia, Amerika Serikat, yang tak lebih dari 31 triliun dollar AS. Jika menghitung angka APBN kita yang Rp 1.800 triliun, nilai kekayaan elite global itu dapat membiayai hidup 240 juta rakyat kita untuk hampir dua abad. Sebuah fakta yang dapat memberikan Anda ilham luar biasa untuk menciptakan banyak cerita dan fantasi, itu pun jika ruang imajiner Anda mencukupi.

Yang jelas, secuil data di atas—tidak berarti apa-apa ketimbang tumpukan data dan sejarah lainnya—menjadi bagian dari argumen banyak ahli dan praktisi masa kini—tidak hanya di bidang ekonomi—yang berhasil membuktikan bagaimana hukum-hukum besi kapitalisme plus saudara kandungnya demokrasi, bukan hanya sama sekali gagal menggaransi atau mewujudkan kesejahteraan dan keadilan di tingkat publik (grass roots), melainkan malah justru memanipulasinya.

Tidak satu-dua, tetapi umumnya negeri-bangsa di atas bumi ini ternyata telah terjerat dalam mekanisme ekonomi yang menciptakan ketergantungan sangat kuat pada kapital global yang gigantik di atas. Di antaranya dalam bentuk utang sebuah negara dan di ujung lain kesenjangan yang justru menjadi produk kontradiktifnya.

Bukan hanya negara-negara berkembang, hampir semua negara maju memiliki utang. Tidak hanya melampaui batas kritis, tetapi juga melampaui produk domestik bruto (PDB) masing-masing, bahkan dapat dipastikan tidak akan dapat dilunasi hingga sekujur hidupnya.

Realitas Indonesia

Jika batas kritis utang nasional berbanding PDB adalah 60 persen, bukan hanya negara-negara Eropa yang belakangan terkena krisis telah melampaui batas itu, melainkan juga negara-negara "aman" yang justru menjadi juru selamat, seperti Jerman yang memiliki utang 57,7 triliun dollar AS (142 persen dari PDB), Swiss 1,5 triliun dollar AS (229 persen) bahkan AS, negara terkaya, memiliki utang 17,3 triliun dollar AS atau 106 persen dari PDB, dan Jepang yang menurut IMF utangnya 200 persen PDB negeri itu.

Negara-negara ASEAN, anehnya, secara keseluruhan memiliki utang jauh di bawah batas kritis, kecuali Laos dengan utang 5,6 miliar dollar AS atau 91 persen dari PDB-nya. Indonesia sendiri, hingga Maret 2014, mencatat utang Rp 2.428 triliun, naik Rp 155 triliun dari posisi akhir 2013 yang Rp 2.273 triliun. Jumlah itu, sebagaimana digembar-gemborkan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, memang hanya sekitar 25 persen PDB. Artinya, masih dalam batas ”aman” dibandingkan negara-negara lain, termasuk ASEAN (Malaysia 31 persen, Filipina 32 persen, Vietnam 32 persen, dan Singapura yang meroket hingga 480 persen).

Namun, apa yang harus diperhatikan dari utang Indonesia di atas. Pertama, angka tersebut hampir lima kali lipat dari posisi akhir utang Orde Baru sekitar Rp 552 triliun di akhir 1997, di mana hanya dalam sembilan tahun pemerintahan SBY menciptakan utang Rp 1.496,2 triliun jauh lebih besar daripada jumlah utang sejak masa Soekarno hingga Soeharto.

Kedua, defisit yang kini mulai menghantui seperti mewajibkan negara untuk menciptakan utang baru secara kontinu, yang pada 2014 sudah diproyeksikan mencapai Rp 360 triliun.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com