Wiranto pun menegaskan bahwa dirinya sekali pun tidak pernah memiliki niat untuk melakukan kudeta pada saat itu meskipun saat itu dia memiliki kewenangan untuk mengerahkan pasukan.
"Karena saya tidak ingin mengkhianati negeri ini meski negeri ini dalam keadaan limbung. Sebagai prajurit Sapta Marga, saya mengawal agar demokrasi berjalan wajar. Negara ini tidak diambil alih oleh militer, seperti di Suriah, kita bersyukur negeri ini terjaga dengan baik," ujar Wiranto dalam keterangan pers di Jakarta, Kamis (19/6/2014).
Wiranto lalu membantah bahwa dirinya tidak melakukan kudeta karena tidak berani. Untuk menjawab kecurigaan itu, dia pun menjabarkan tiga alasan utamanya tidak melakukan kudeta saat itu.
"Pertama, kalau saya ambil alih, sebagai Menhankam/Pangab, saya hanya berkuasa berdasarkan secarik kertas dari presiden yang baru saja dijatuhkan. Saya akan menghadapkan saya dan pasukan dengan rakyat yang baru saja melakukan reformasi. Korban akan berjatuhan lebih besar. Rakyat banyak dikorbankan hanya karena kekuasaan," ungkapnya.
Alasan kedua, lanjut Wiranto, pada saat itu, rezim militer tak akan diterima dalam pergaulan internasional. Jika hal itu dipaksakan, menurut Wiranto, Indonesia akan mendapat embargo, sementara ekonomi Indonesia dalam keadaan buruk.
"Ketiga, kebiasaan itu akan terus berlanjut, kudeta, dan akan terus kudeta. Negara tidak akan stabil dan tidak bisa konsolidasi, maka saya tidak pernah menyesal (tidak melakukan kudeta)," tegasnya.
Wiranto menutup jawaban atas pertanyaan ini dengan mengatakan bahwa yang membuatnya menyesal adalah karena setelah reformasi berjalan, harapan rakyat untuk mendapatkan yang lebih baik, bahagia, tertib, dan tidak ada korupsi tidak terpenuhi.
"Itu yang saya sesalkan," tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.