JAKARTA, KOMPAS.com - Dua negara ASEAN yang bersinar pertumbuhan ekonominya, Filipina dan Indonesia, menjadi salah satu topik pembicaraan yang hangat dalam Forum Ekonomi Dunia Asia Timur Ke-23 yang berlangsung di Manila, Filipina, akhir Mei lalu. Pertumbuhan ekonomi Filipina 7,2 persen pada 2013, tertinggi kedua dunia setelah Tiongkok. Indonesia mempertahankan pertumbuhan ekonomi di atas 6 persen selama 10 tahun terakhir.
Menyimak pidato Presiden Filipina Benigno S Aquino III, pertumbuhan ekonomi Filipina cukup tinggi tidak lepas dari upaya pemerintah melakukan reformasi di segala bidang dalam empat tahun terakhir, termasuk memberantas korupsi. Pemberantasan korupsi jadi salah satu kunci untuk pertumbuhan ekonomi itu.
Bagaimana Indonesia? Saat berdialog dengan wartawan yang mengiringi kunjungannya ke Filipina, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan, Indonesia mampu mempertahankan pertumbuhan di atas 6 persen dalam 10 tahun terakhir, saat ekonomi sebagian besar negara-negara G-20 anjlok, bukanlah prestasi kecil. Apalagi ekonomi Indonesia saat ini berada pada peringkat ke-10 dunia berdasarkan produk domestik bruto-paritas daya beli.
Sama seperti Filipina, Indonesia juga melakukan reformasi, membangun pengelolaan yang baik (good governance), dan memberantas korupsi. Pertumbuhan ekonomi dirasakan meski harus diakui upaya reformasi dan pemberantasan korupsi belum optimal.
"Kita bekerja siang dan malam, tetapi saya masih merasakan masih ada bottle-necking di sana-sini. Masih ada birokrasi yang tidak responsif. Masih ada daerah-daerah yang berbeda dengan semangat nasional untuk membangun good governance. Kejahatan korupsi masih terjadi di sana-sini. Padahal, kalau kita melihat sejarah negeri sejak 1945, sekarang inilah negara melakukan kampanye pemberantasan korupsi paling agresif, besar-besaran, serius, dan tanpa pandang bulu," tutur Presiden.
Di tengah kunjungannya ke Manila itu, Presiden mendengar kabar, Menteri Agama Suryadharma Ali ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus dugaan korupsi penyelenggaraan haji 2012-2013. Kasus ini menambah panjang kasus-kasus dugaan korupsi di kabinet SBY.
Setidaknya ada delapan kasus dugaan korupsi yang menjerat kementerian dan lembaga di bawah Presiden. Kasus itu meliputi korupsi di Kemenakertrans terkait pengadaan pembangkit listrik tenaga surya serta dana percepatan pembangunan infrastruktur daerah (PPID), kasus suap impor daging sapi di Kementan, dugaan penerimaan gratifikasi di Kementerian ESDM, dugaan korupsi proyek e-KTP di Kemendagri, dugaan korupsi pengadaan Al Quran di Kemenag, serta korupsi pengadaan simulator mengemudi di Korps Lalu Lintas Polri. Selain itu ada juga kasus dugaan korupsi pengadaan videotron di Kemenkop dan UMKM, serta dugaan korupsi pembangunan wisma atlet dan fasilitas olahraga Hambalang di lingkungan Kemenpora.
Berkali-kali Presiden SBY mengingatkan untuk tidak korupsi ke menterinya. Terakhir, peringatan itu disampaikannya dalam sidang kabinet, 4 Juni 2014. "Hentikan niat untuk mendapatkan keuntungan finansial secara tak sah dan tak legal, apalagi harus merugikan negara dan dilakukan untuk memperkaya diri sendiri karena perbuatan itu telah berkategori tindak pidana korupsi," ujarnya.
Peringatan dan arahan disampaikan berkali-kali. Instruksi tertulis tentang percepatan pemberantasan korupsi diterbitkan tiap tahun. Penegakan hukum oleh KPK juga gencar. Namun, semua upaya itu belum cukup membendung koruptor menggerogoti kabinet di bawah kepemimpinan SBY. Kiranya ini bisa menjadi pelajaran bagi presiden baru. (Wahyu Haryo)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.