Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Ingin Ubah Paradigmanya Melalui UU MD3

Kompas.com - 06/06/2014, 15:50 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (RUU MD3) Ahmad Yani menyatakan bahwa UU tersebut dibahas untuk mengubah paradigma DPR di mata masyarakat. Dengan begitu, ia menyatakan bahwa isu utamanya bukan terletak pada aturan mengenai pemilihan Ketua DPR.

"Isu utamanya adalah keinginan mengubah paradigma DPR. Kita tahu DPR mengalami keterpurukan, kita ingin bangun DPR yang kedap korupsi," kata Yani saat dihubungi, Jumat (6/6/2014).

Selain kedap korupsi, kata Yani, Pansus RUU MD3 juga ingin menegaskan fungsi utama DPR sebagai lembaga legislasi dan pengawasan. Dalam draf yang disusun, ada gagasan membentuk law center sebagai organ yang akan menggantikan badan legislasi di DPR.

Untuk menopang kinerjanya, Pansus RUU MD3 juga mengusulkan merombak Sekretaris Jenderal DPR. Jika selama ini pegawainya didominasi pegawai negeri sipil, maka nantinya akan dilakukan rekrutmen untuk pegawai yang melekat pada DPR.

"Jadi akan ada perekrutan pegawai besar-besaran untuk menangani fungsi yang selama ini terserak, seperti tenaga ahli, peneliti, akan ditata ulang," ujarnya.

Anggota Komisi III DPR itu melanjutkan, mengenai tata cara pemilihan Ketua DPR juga diatur di dalam RUU tersebut. Usulan condong agar Ketua DPR selanjutnya dipilih oleh anggota dan tidak otomatis dijabat oleh anggota fraksi partai pemenang pemilu. Alasannya adalah karena DPR merupakan perwakilan rakyat sehingga perlu ada mekanisme dipilih oleh anggota untuk anggota.

"Apa hubungannya pemenang pemilu dengan Ketua DPR? Alasan logisnya, pemenang pemilu itu untuk mengisi jumlah orang di DPR, bukan untuk ketua," ujarnya.

Berdasarkan UU MD3, posisi Ketua DPR diberikan secara otomatis kepada partai politik pemenang pemilu. Aturan tentang mekanisme itu saat ini tengah dibahas dalam rapat di Badan Legislasi DPR. Dalam Pemilu Legislatif 9 April 2014, PDI-P ditetapkan sebagai pemenang pemilu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com