Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anas Minta KPK Kembalikan Batiknya karena Mau Dipakai Saat Sidang

Kompas.com - 07/05/2014, 20:01 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, meminta tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi mengembalikan baju-baju batik yang disita dari kediamannya dalam penggeledahan pada Selasa (6/5/2014). Menurut Anas, baju-baju batik tersebut sudah disiapkannya untuk dipakai saat sidang pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta nanti.

"Tadi saya tanya ke penyidik, saya sampaikan begini, batik itu disiapkan untuk dipakai ketika persidangan, kok diambil sih batik untuk persidangan. Penyidiknya tertawa," kata Anas di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (7/5/2014), seusai diperiksa KPK sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi proyek Hambalang.

Anas heran mengapa penyidik KPK menyita batik-batik itu. Dia mengaku tidak tahu, dalam konteks apa KPK menyita batik tersebut.

"Tolonglah kalau ada yang dicurigai atau layak dicurigai... yang dicurigai saja dalam konteks apa saya tidak tahu. Yang tidak (dicurigai), tolong dikembalikan. Kalau enggak ada batik, saya pakai apa?" sambungnya.

Anas pun mengaku tidak ingat di mana dan kapan batik-batik itu dibelinya. Harga batik itu pun, menurut Anas, tergolong murah.

"Biasa, murah-murah saja," ujarnya.

Batik bernilai jutaan rupiah

Juru Bicara KPK Johan Budi menyatakan bahwa harga 20 batik yang disita dari kediaman Anas bernilai jutaan rupiah. Satu batik bahkan ada yang berharga Rp 5 juta. Diduga, baju batik jutaan rupiah ini merupakan bagian dari gratifikasi yang diterima Anas dari pihak tertentu. Selain menyita batik, tim penyidik KPK menyita sejumlah dokumen dalam penggeledahan di kediaman Anas di Jalan Teluk Langsa dan Teluk Semangka, kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur.

Sebelumnya, pengacara Anas, Firman Wijaya, mengaku heran mengapa KPK hanya menyita 20 baju batik dari kediaman Anas. Dia menduga, baju batik ini ada kaitannya dengan Kongres Partai Demokrat 2010 di Bandung. Dalam kongres tersebut, Anas terpilih sebagai ketua umum partai.

KPK juga menduga ada aliran dana korupsi untuk pemenangan Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat dalam Kongres 2010. Saat ditanya apakah 20 baju batik tersebut kemungkinan bagian dari gratifikasi yang diterima Anas, Firman mengaku tidak tahu. Dia mengatakan bahwa baju-baju batik yang disita KPK bukan merek terkenal.

KPK menetapkan Anas sebagai tersangka atas dugaan menerima pemberian hadiah atau janji terkait proyek Hambalang dan proyek lainnya. Melalui pengembangan kasus itu, KPK juga menjerat Anas dengan pasal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Pada 9 Mei 2014 mendatang, berkas perkara Anas diperkirakan lengkap (P21), untuk kemudian dilimpahkan ke tahap penuntutan.

Dalam waktu maksimal dua minggu setelah tanggal tersebut, berkas perkara Anas akan dilimpahkan ke pengadilan.

Sebelumnya, KPK telah menggeledah kediaman Anas terkait penyidikan kasus ini. Dari penggeledahan di kediaman Anas di Duren Sawit beberapa waktu lalu tersebut, tim penyidik KPK menyita uang senilai Rp 1 miliar. Anas mengklaim uang itu milik PPI.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Nasional
SYL Berkali-kali 'Palak' Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

SYL Berkali-kali "Palak" Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com