Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suryadharma Menyesal Izinkan Dimyati Jadi Calon Hakim MK

Kompas.com - 03/03/2014, 12:13 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Suryadharma Ali mengaku menyesal telah mengizinkan salah satu kader PPP, Dimyati Natakusuma, maju sebagai calon hakim Mahkamah Konstitusi. Pasalnya, ia khawatir pencalonan Dimyati akan memengaruhi perolehan kursi PPP di parlemen.

Suryadharma menjelaskan, sebelum resmi mendaftar sebagai calon hakim konstitusi, Dimyati telah meminta izin kepada partai. Saat itu, Dimyati diberikan izin walaupun Suryadharma sadar Dimyati lebih potensial menjadi caleg DPR dari PPP di daerah pemilihan DKI Jakarta III.

"Pak Dimyati pernah minta izin, saya bilang silakan saja. Tapi saya bilang juga Pak Dimyati lebih baik konsentrasi di caleg saja," kata Suryadharma di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (3/3/2014).

Kini, Suryadharma mengaku khawatir dengan majunya Dimyati sebagai calon penjaga konstitusi. Selain mengancam perolehan jumlah kursi di parlemen, ia juga mengkhawatirkan adanya alergi dari masyarakat pada hakim konstitusi yang berasal dari partai politik.

"Setelah dipikir-pikir, sayang kalau Pak Dimyati jadi hakim konstitusi. Pak Dimyati itu caleg potensial, kalau jadi hakim konstitusi, saya khawatir potensi itu hilang," pungkasnya.

Beberapa waktu lalu, Dimyati mengaku bahwa Suryadharma sempat tak memberikannya izin mengikuti seleksi calon hakim konstitusi. Setelah ia menjelaskan, izin itu akhirnya ia peroleh. Secara pribadi Dimyati mengaku lebih senang menjadi anggota DPR. Namun, ia memilih mengikuti seleksi calon hakim konstitusi karena adanya desakan dan kewajiban untuk membantu mendirikan marwah MK yang sempat hancur setelah Akil Mochtar ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Ada 11 calon hakim konstitusi yang mengikuti seleksi dan Dimyati menjadi satu-satunya peserta yang berasal dari partai politik. Uji kelayakan dan uji kepatutan calon hakim konstitusi dimulai pada Senin (3/3/2014). Hasilnya akan diputuskan dalam pleno Komisi III DPR pada Rabu (5/3/2014), dan dibawa ke sidang paripurna pada Kamis (6/3/2014).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Nasional
Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com