Koordinator Kontras Haris Azhar mengatakan, dalam rancangan tersebut tindak pidana pelanggaran HAM berat tak lagi dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime). "Pelanggaran HAM berat dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000, dia lex specialist (khusus), bukan pidana umum biasa. Kalau lex specialis jadi pidana umum, tidak khas lagi," kata Haris saat jumpa pers di Kantor Kontras, Jakarta, Minggu (2/3/2014).
Dia mengatakan, rancangan KUHP dan KUHAP meniadakan sifat khas dari UU No 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM. Pasalnya, materi dalam UU itu seperti genosida, dan kejahatan terhadap kemanusiaan dimasukkan dalam rancangan tersebut.
Kondisi tersebut, kata Haris, menimbulkan persoalan pada siapa yang berwenang menangani tindak pidana pelanggaran HAM berat. Yang pasti, kata dia, pelanggaran HAM berat tidak lagi ditangani oleh Komnas HAM.
"Atau setidaknya apakah Komnas HAM atau Kejaksaan Agung yang menjadi penyelidik atau penyidik atau keduanya dikerjakan oleh polisi? Sementara dalam banyak kasus, jika ada dugaan pelanggaran HAM oleh anggota TNI, polisi kerap tidak menindaklanjutinya," ujar Haris.
Sementara itu, dalam rancangan tersebut, tindak pidana pelanggaran HAM biasa justru tidak dikategorikan sebagai tindak pidana. Berbagai tindakan yang kerap dilakukan pejabat negara, seperti larangan melakukan demonstrasi, penangkapan, dan penahanan secara sewenang-wenang, tidak menemukan jaminan pemidanaan jika dilanggar.
"Jadi ada salah kaprah. Yang lex specialis dijadikan pidana biasa dan pidana biasa tidak ada pengaturannya," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.