Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demokrat: Batalkan UU, MK Tak Mau Diawasi

Kompas.com - 13/02/2014, 18:30 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Partai Demokrat mempertanyakan obyektivitas Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menolak seluruh isi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas UU Mahkamah Konstitusi. Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat, Hary Witjaksana, menilai bahwa putusan itu membuat MK terkesan tak mau diawasi.

"Dia jadi seakan tidak mau diawasi dengan membatalkan Undang-Undang MK ini. Padahal, pengawasan yang ada di Perppu MK sebenarnya jalan keluar dari persoalan yang terjadi di tubuh mahkamah itu. Tapi lagi-lagi MK menolak," ujar Hary di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (13/2/2014).

Sikap MK yang tak mau diawasi, menurut Hary, terlihat dari keputusannya yang membatalkan fungsi pengawasan dari Komisi Yudisial tahun 2006. Sekarang, fungsi pengawasan di dalam Undang-Undang MK berupa Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK) permanen yang berasal dari KY dan Mahkamah Agung juga dihapuskan MK.

Hary lalu mempertanyakan etika MK dalam memutus perkara yang menyangkut lembaganya sendiri. "Agak kurang etis, MK mengadili permohonan terkait dirinya sendiri. MK menjadi agak sulit untuk obyektif," ucap Hary.

Menurut Hary, perlu jalan keluar lain untuk memberikan pengawasan eksternal terhadap MK. Lembaga apa pun, lanjutnya, perlu sebuah sistem check and balances.

Untuk mencari jalan keluar ini, Hary mengaku tidak mudah. Pasalnya, jika DPR mengajukan revisi UU MK lagi, maka tetap hal itu akan berpotensi diuji, dan selanjutnya dibatalkan kembali oleh MK.

"Yang paling diperlukan adalah sikap kenegarawanan dari para hakim konstitusi itu," ucap Hary.

Seperti diberitakan, dengan putusan MK tersebut, substansi UU No 4 Tahun 2014 yang menyangkut persyaratan calon hakim konstitusi, serta pembentukan panel ahli dan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK) menjadi hilang. MK memutuskan bahwa Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi berlaku kembali.

Mahkamah berpendapat, pembentukan perppu yang kemudian menjadi UU MK dinilai tidak memenuhi syarat kegentingan yang memaksa. Meskipun kegentingan yang memaksa menjadi subyektivitas Presiden, menurut MK, subyektivitas itu harus memiliki dasar obyektivitas yang sesuai dengan syarat konstitusi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar Pertanyakan KPK yang Belum Tahan Bupati Mimika Meski Kasasi Sudah Diputus

Pakar Pertanyakan KPK yang Belum Tahan Bupati Mimika Meski Kasasi Sudah Diputus

Nasional
5 Catatan PDI-P terhadap RUU Kementerian, Harus Perhatikan Efektivitas dan Efisiensi

5 Catatan PDI-P terhadap RUU Kementerian, Harus Perhatikan Efektivitas dan Efisiensi

Nasional
Analis: TNI AL Butuh Kapal Selam Interim karena Tingkat Kesiapan Tempur Tak Dapat Diandalkan

Analis: TNI AL Butuh Kapal Selam Interim karena Tingkat Kesiapan Tempur Tak Dapat Diandalkan

Nasional
Mulai Rangkaian Rakernas dengan Nyalakan Api dari Mrapen, PDI-P: Semoga Kegelapan Demokrasi Bisa Teratasi

Mulai Rangkaian Rakernas dengan Nyalakan Api dari Mrapen, PDI-P: Semoga Kegelapan Demokrasi Bisa Teratasi

Nasional
Pertamina Patra Niaga Jamin Ketersediaan Avtur untuk Penerbangan Haji 2024

Pertamina Patra Niaga Jamin Ketersediaan Avtur untuk Penerbangan Haji 2024

Nasional
BNPT Paparkan 6 Tantangan Penanganan Terorisme untuk Pemerintahan Prabowo-Gibran

BNPT Paparkan 6 Tantangan Penanganan Terorisme untuk Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Komisi X DPR Sepakat Bentuk Panja Pembiayaan Pendidikan Buntut Kenaikan UKT

Komisi X DPR Sepakat Bentuk Panja Pembiayaan Pendidikan Buntut Kenaikan UKT

Nasional
Pimpinan Baru LPSK Janji Tingkatkan Kualitas Perlindungan Saksi dan Korban Tindak Pidana

Pimpinan Baru LPSK Janji Tingkatkan Kualitas Perlindungan Saksi dan Korban Tindak Pidana

Nasional
Soroti RUU MK yang Dibahas Diam-diam, PDI-P: Inilah Sisi Gelap Kekuasaan

Soroti RUU MK yang Dibahas Diam-diam, PDI-P: Inilah Sisi Gelap Kekuasaan

Nasional
Jemaah Haji Asal Makassar yang Sempat Gagal Terbang Karena Mesin Pesawat Garuda Terbakar Sudah Tiba di Madinah

Jemaah Haji Asal Makassar yang Sempat Gagal Terbang Karena Mesin Pesawat Garuda Terbakar Sudah Tiba di Madinah

Nasional
DPR dan Pemerintah Didesak Libatkan Masyarakat Bahas RUU Penyiaran

DPR dan Pemerintah Didesak Libatkan Masyarakat Bahas RUU Penyiaran

Nasional
Optimalkan Penanganan Bencana, Mensos Risma Uji Coba Jaringan RAPI

Optimalkan Penanganan Bencana, Mensos Risma Uji Coba Jaringan RAPI

Nasional
Komplit 5 Unit, Pesawat Super Hercules Terakhir Pesanan Indonesia Tiba di Halim

Komplit 5 Unit, Pesawat Super Hercules Terakhir Pesanan Indonesia Tiba di Halim

Nasional
TNI Gelar Simulasi Penerapan Hukum dalam Operasi Militer Selain Perang

TNI Gelar Simulasi Penerapan Hukum dalam Operasi Militer Selain Perang

Nasional
Jokowi Ingin Bansos Beras Lanjut hingga Desember, PDI-P: Cawe-cawe untuk Pilkada

Jokowi Ingin Bansos Beras Lanjut hingga Desember, PDI-P: Cawe-cawe untuk Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com