JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mengaku pengelolaan dana honor saksi partai politik (parpol) di tempat pemungutan suara (TPS) menambah berat beban penyelenggara pemilu itu.
"Secara teknis iya (keberatan). Kami tidak sanggup. Tugas yang ada sekarang sudah cukup banyak," ujar Anggota Bawaslu Daniel Zuchron di Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta Pusat, Selasa (4/2/2014).
Dia mengatakan, pengelolaan dana saksi parpol seperti diamanatkan pemerintah berpotensi melumpuhkan Bawaslu dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Ia menggambarkan, Bawaslu hanya memiliki aparat kesekretariatan hingga tingkat kecamatan saja.
"Yang bisa mengelola APBN itu kan pegawai negeri. Nah, terbayang bagaimana aparat kami di kecamatan mengelola dana saksi 12 parpol di banyak TPS di setiap kecamatan," kata Daniel.
Tetapi, kata dia, pernyataannya tersebut baru berdasarkan pada perhitungan teknis beban pekerjaan saja. Ia mengatakan, sikap resmi pihaknya belum disampaikan kepada pemerintah.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan telah menyetujui anggaran pengawasan pemilu legislatif kepada Bawaslu sebesar Rp 1,5 triliun. Dari jumlah itu, sebanyak Rp 800 miliar untuk pembiayaan pengawasan pemilu. Adapun Rp 700 miliar untuk pembiayaan saksi partai politik pada saat hari pemungutan suara. Setiap saksi nantinya akan dibayar Rp 100.000.
Namun, rencana pemberian dana saksi parpol ini ditolak sejumlah partai. Bahkan, Koalisi untuk Akuntabilitas Keuangan Negara (KUAK) melaporkan rencana pembiayaan dana saksi partai politik kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.