Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Tidak Menerima Permohonan Uji Materi Perppu MK

Kompas.com - 30/01/2014, 18:02 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan tidak menerima permohonan uji materi (judicial review) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Mahkamah Konstitusi (Perppu MK). Pasalnya, Perppu MK tersebut dinilai sudah kehilangan obyek.

"Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Hakim Ketua Hamdan Zoelva saat membacakan putusan di ruang sidang pleno MK di Gedung MK, Jakarta, Kamis (30/1/2014).

Dalam pertimbangan, MK menyatakan Perppu MK telah kehilangan obyek karena sudah disahkan menjadi undang-undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Oleh karena itu, kedudukan hukum (legal standing) pemohon dan pokok permohonan pemohon tidak dipertimbangkan.

Permohonan tersebut diajukan oleh lima pihak yang berbeda dengan nomor perkara 90-94/PUU-XI/2013. Perkara nomor 90 tercatat atas nama Safaruddin, sementara perkara nomor 91 tecatat atas nama Habiburokhman.

Perkara nomor 92 diajukan oleh tiga orang sekaligus, yakni Muhammad Asrun, Samsul Huda, dan Hartanto. Perkara nomor 93 diajukan atas nama Salim Al Katri, sementara perkara nomor 94 juga diajukan tiga orang, yakni Muhammad Joni, Khairul Alwan Nasution, dan Fakhrurozzi.

Kebanyakan dari pemohon tidak hadir dalam sidang putusan karena sudah mengetahui permohonannya tidak dapat diterima. Pemohon dalam perkara nomor 90 bahkan memutuskan untuk mencabut putusannya sejak Perppu MK disahkan di DPR.

Namun, pemohon dalam perkara nomor 92, Muhammad Asrun, tidak berhenti. Dia kembali mengajukan permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 yang merupakan hasil pengesahan Perppu MK.

"Wajar Perppu ditolak karena sudah kehilangan obyek. Kan sudah jadi undang-undang, ya wajar. Kita berharap dalam pengujian UU Nomor 14 yang merupakan pengesahan Perppu, MK bisa memutuskannya secara obyektif," kata Asrun.

Perppu MK dikeluarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan alasan menyelamatkan MK pasca-tertangkapnya Akil Mochtar (ketika itu ketua MK) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terkait  kasus dugaan menerima suap ketika menangani sengketa hasil pilkada.

Secara umum, Perppu ini memuat tiga substansi. Pertama, penambahan persyaratan bahwa hakim konstitusi harus tidak lagi menjadi anggota parpol selama minimal 7 tahun. Kedua, mekanisme proses seleksi dan pengajuan hakim konstitusi dari presiden, DPR, dan MA harus terlebih dulu diseleksi oleh panel ahli yang dibentuk Komisi Yudisial.

Ketiga, soal perbaikan sistem pengawasan hakim konstitusi melalui Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi yang dipermanenkan.

Perppu MK ini sempat menimbulkan kontroversi. Banyak kalangan menilai perppu tersebut tidak perlu dikeluarkan lantaran tidak genting. Ada juga yang menilai Perppu MK bersifat diskriminatif karena melarang seseorang untuk maju sebagai hakim konstitusi jika belum lepas dari partai politik minimal tujuh tahun.

Di DPR, Perppu MK juga menjadi perdebatan serius dalam rapat paripurna. Ketika itu, rapat berlangsung alot dan tak menemukan kata sepakat. Akhirnya, untuk disetujui menjadi undang-undang, DPR harus menggelar pemungutan suara.

Sebelum perppu disahkan DPR, MK lebih dulu membentuk badan pengawas sendiri, yakni Dewan Etik. Anggota Dewan Etik itu ialah Abdul Mukti Fajar dari unsur mantan hakim konstitusi, dosen Universitas Airlangga Zaidun dari unsur akademisi, dan Malik Madani dari unsur tokoh masyarakat. Sementara majelis kehormatan permanen yang diamanatkan oleh perppu belum juga terbentuk.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com