Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 25/01/2014, 15:11 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengusulkan agar Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Serentak bersama Effendi Gazali melaporkan hakim Mahkamah Konstitusi kepada Majelis Etik. Hal ini menyusul adanya dugaan kesengajaan penundaan putusan MK soal pemilu serentak.

"Lebih baik ini didorong ke Majelis Etik agar bisa mengembalikan kepercayaan. Perlu ke Majelis Etik karena pelanggarannya pun sudah di depan mata," ujar Wakil Ketua Umum PPP Lukman Hakim Syaifuddin, dalam sebuah diskusi mingguan, di Jakarta, Sabtu (25/1/2014).

Sebelumnya, Effendi menilai, ada kejanggalan dalam proses pengambilan keputusan. Ia mengatakan, pada 19 Maret 2013, saat memasukkan kesimpulan dalam surat permohonan Koalisi, tercantum dengan jelas permintaan kepada MK agar segera memutus permohonan itu. Effendi menyebutkan, di halaman 10 tertulis bahwa pemohon meminta agar MK mengeluarkan putusannya sebelum 9 April 2014 sehingga tidak menggangu persiapan pemilu. Namun, putusan belum juga dibuat.

Tim kuasa hukum Koalisi kemudian melayangkan surat kepada pimpinan MK pada 20 Mei 2013. Isi surat tersebut menanyakan nasib permohonannya. Surat kemudian dijawab tanggal 30 Mei 2013.

"Dijawab oleh panitera Sidahuruk yang menyatakan bahwa sesuai arahan Ketua MK saat itu (Akil Mochtar), bahwa saat ini permohonan masih dalam proses aquo, masih dalam rapat hakim yang bersifat tertutup," kata Effendi, di Jakarta, Sabtu (25/1/2014).

Surat jawaban dari MK itu kemudian diketahui bertentangan dengan fakta yang diungkap oleh Mahfud MD. Sebelum pensiun, Mahfud menyebutkan telah melakukan rapat permusyawaratan hakim (RPH) pada 26 Maret 2013. Dalam rapat itu, Mahfud menyatakan RPH sudah menetapkan putusan terhadap gugatan Effendi dan kawan-kawan.

"Para hakim lainnya berjanji kepada Mahfud akan membacakan putusan pada bulan April 2013. Ini adalah janji yang lalu dilanggar sehingga terlihat bahwa memang ada niat untuk menunda pembacaan putusan ini," ujar Effendi.

Ia menduga, hakim MK sengaja mencari momentum yang tepat untuk mengeluarkan putusannya sehingga tak bisa dilaksanakan pada Pemilu 2014. MK berdalih persiapan pemilu yang sempit menjadi alasan bahwa pemilu serentak dilaksanakan tahun 2019. 

Terkait desakan untuk melaporkan kejanggalan ini ke Majelis Etik, Effendi mengaku masih akan mendiskusikannya dengan para pemohon lainnya seperti Irman Putra Sidin dan Saldi Isra.

"Saya enggak ragu. Begitu Saldi dan Irman bilang bahwa ini perlu, maka akan kami bawa," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta Bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta Bersama Pengacara

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Nasional
Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Nasional
Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Nasional
Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Nasional
Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Nasional
Jokowi Kembali Ingatkan agar Anggaran Tidak Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Jokowi Kembali Ingatkan agar Anggaran Tidak Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Nasional
Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Nasional
Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Nasional
Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Nasional
Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak 'Heatwave'

Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak "Heatwave"

Nasional
Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar, tapi dari Bawah

Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar, tapi dari Bawah

Nasional
Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Nasional
Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com