Bagi KPK, kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di Banten menjadi pintu masuk untuk menjerat Ratu Atut dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
KPK sempat melakukan gelar perkara dua kasus yang melibatkan Ratu Atut, yakni korupsi terkait penanganan perkara sengketa Pemilihan Umum Kepala Daerah Kabupaten Lebak di Mahkamah Konstitusi dan pengadaan alat kesehatan di Banten. Dua-duanya ditetapkan naik ke tahap penyidikan. Namun, khusus untuk kasus pengadaan alat kesehatan di Banten, KPK masih belum menetapkan tersangkanya karena keterbatasan jumlah penyidik.
”Gelar perkara itu juga sering, di penyidikan dan penyelidikan dan ekspos dengan pimpinan untuk kemajuan penanganan perkaranya. Di samping itu, kami harus memperhitungkan kemampuan satuan tugas KPK menangani kasus,” kata Wakil Ketua KPK Zulkarnain, di Jakarta, Senin (23/12/2013).
”Fee” dari rekanan
Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di Banten, Ratu Atut diduga menerima fee dari sejumlah rekanan pengadaan alat kesehatan. Ini yang kemudian bisa menjadi pintu masuk bagi KPK mengusut dugaan pencucian uang yang dilakukan Ratu Atut.
”Kami berharap dengan adanya kasus pengadaan barang dan jasa bisa bersamaan dengan TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang). Kami perlu waktu mendalami semua, seperti yang diharapkan agar bisa lebih cepat prosesnya,” kata Zulkarnain.
Senada dengan Zulkarnain, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di Banten, sebenarnya penyidik tinggal melakukan konsolidasi.
Menurut Bambang, sambil menunggu kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan ditetapkan tersangkanya, Ratu Atut sudah ditahan sehingga memudahkan pengusutan kasusnya.
”Penyidik kan punya waktu, yang penting bagi kami dengan upaya paksa ini (penahanan terhadap Atut) proses pemeriksaan yang lebih transparan dan obyektif bisa dilakukan. Jadi bisa sambil menunggu, kan yang penting kalau sudah di dalam lebih mudah,” katanya.
Pengaruhi saksi-saksi
Ihwal penahanan terhadap Ratu Atut yang sangat cepat, hanya empat hari setelah dia ditetapkan sebagai tersangka, Bambang mengatakan, hal tersebut dilakukan karena Gubernur Banten itu berupaya memengaruhi saksi-saksi dalam kasus ini. Sebagian saksi di antaranya bawahannya di Pemerintah Provinsi Banten, seperti kepala-kepala dinas.
”Upaya paksa ini dilakukan untuk meningkatkan obyektivitas pemeriksaan supaya akuntabilitas pemeriksaan itu bisa lebih terjaga. Kami ingin proses seperti itu dilakukan. Sebab, bagaimanapun RA (Ratu Atut) itu masih punya pengaruh cukup kuat, bukan cukup, tetapi sangat kuat,” kata Bambang.
Bertemu bawahan
Soal dugaan Ratu Atut yang beberapa kali bertemu dengan saksi yang merupakan kepala dinas dan memengaruhi mereka, menurut pengacaranya, Firman Wijaya, kliennya memang sering bertemu dengan kepala dinas yang merupakan bawahan langsungnya.
”Namun, itu kan kaitannya dengan pekerjaan beliau sebagai Gubernur. Kan memang harus sering bertemu dengan kepala dinas,” kata Firman.
Ratu Atut sebenarnya tak hanya menghadapi kemungkinan dijerat TPPU dan kasus korupsi pengadaan alat kesehatan. Menurut Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja, terbuka kemungkinan Ratu Atut dijerat kasus dugaan korupsi aliran dana bantuan sosial Pemprov Banten.
”Sedang didalami. Namun, yang penting sekarang kan sudah makin jelas posisi Atut. Yang ini tinggal didalami. Terbuka kemungkinan (Atut terjerat kasus aliran dana bantuan sosial),” kata Adnan.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengungkapkan, kasus dugaan korupsi aliran dana bantuan sosial di Pemprov Banten sudah masuk ke dalam tahap penyelidikan. Kasus ini merupakan salah satu laporan pengaduan masyarakat kepada KPK. (BIL)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.