Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korupsi dan Janji Palsu Sangat Dibenci

Kompas.com - 01/11/2013, 13:02 WIB
Stefanus Osa Triyatna

Penulis


KOMPAS.com -  Kata korupsi dan janji palsu terasa begitu melekat. Dua kata itu menjadi jawaban spontan ketika generasi muda sekarang ditanya, ”Apa persepsimu tentang anggota DPR?”

Dua kata itu menjadi keprihatinan dalam perjalanan persiapan Pemilu 2014 pada sebuah diskusi tertutup yang diselenggarakan Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan beberapa hari lalu.

Masalahnya, sekitar 60 juta pemilih pemula, entah mereka yang tergolong muda dan pernah mengikuti pada periode lima tahunan sebelumnya atau baru pertama kalinya, akan berperan serta menggunakan hak suaranya dalam Pemilu 2014.

Potret buram jawaban ”korupsi” dan ”janji palsu” tersebut ditekankan oleh pengamat politik J Kristiadi dari Center for Strategic and International Studies (CSIS). Tantangan terbesar Pemilu 2014 adalah mengajak generasi muda untuk ikut menentukan wakil rakyat maupun pemimpin bangsa ini dengan menggunakan hak pilihnya.

”Kemenangan dalam setiap pemilu harus dilihat hasilnya. Mulai dari menghasilkan elite, kekuatan politik, hingga kebijakan yang menguntungkan rakyat. Bukan keuntungan sesaat pada saat kampanye,” ujar Kristiadi.

Apabila dimaknai secara positif jawaban-jawaban generasi muda tersebut, sebagian rakyat, terutama kalangan muda, sesungguhnya belakangan ini sudah mulai terjun langsung ke dunia politik untuk memberi warna perubahan. Mereka sudah jenuh terhadap realitas tertangkapnya pelaku-pelaku suap dan koruptor, serta muak dengan janji-janji palsu calon anggota legislatif maupun calon presiden terdahulu.

Namun, jika dimaknai secara negatif, bermunculanlah sikap apatis dan pesimistis pemilih pemula terhadap masa depan bangsa ini.

”Buat apa mengikuti proses pencoblosan di bilik suara kalau hasilnya tidak memengaruhi kehidupan pemilih pemula? Hasilnya, bahasa orang mudanya, pemilu enggak ngefek bagi kita,” kata Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini.

Ada kekhawatiran, sebagaimana diungkapkan Direktur Politik Dalam Negeri Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Kementerian Dalam Negeri Lutfi, militansi yang tinggi dari kalangan mahasiswa bakal luluh lantak.

”Keputusan memilih untuk tidak memilih kini juga dipandang menjadi sikap keren bagi kaum muda di era keterbukaan demokrasi. Butuh opini publik yang lebih baik untuk mendorong kaum muda memanfaatkan hak politiknya,” ujar Lutfi.

Banyak persoalan

Persoalan lain, peta permasalahan Pemilu 2014 terungkap begitu banyak. Dari setiap tahapan awal pemilu, kini masalah daftar pemilih tetap (DPT) sedang mengemuka. Namun, ada apresiasi atas kemauan politik Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang terus berupaya memutakhirkan data.

Tak sedikit, relasi KPU dan Badan Pengawas Pemilu, serta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, juga menjadi salah satu masalah. Begitu pula problematik anggaran penyelenggaraan Pemilu 2014 yang sangat rawan, mulai dari persetujuan besaran anggarannya yang mencapai Rp 17 triliun hingga pencairan yang dikhawatirkan terlambat dilakukan pemerintah. Peta kerawanan konflik dan keamanan distribusi logistik pun menjadi kekhawatiran.

Tak heran, sempat terungkap dalam diskusi tentang cuplikan kisah kampanye Ganjar Pranowo yang kini menjabat Gubernur Jawa Tengah. Dalam blusukan ke sebuah pasar di Semarang, Ganjar sempat berjabatan tangan dengan banyak pedagang. Lalu kasak-kusuk disebut, jabatan tangannya tanpa disertai grenjelan atau uang sedikit pun sebagai salam tempel.

Namun, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tersebut dengan cerdas membuka wawasan rakyat yang diharapkan menjadi pemilihnya. Bisa saja, misalnya, saat itu Ganjar memberikan uang Rp 100.000 kepada setiap pedagang. Tentu, uang ratusan juta rupiah sudah digulirkan. Lalu, suara rakyat direbut untuk menduduki kursi jabatan gubernur. Namun, sejak saat itulah hubungan pemimpin dan rakyatnya putus.

Kelak, jangan lagi berharap ada anggaran pemeliharaan dan penataan pasar yang lebih baik karena semua yang diharapkan rakyat sudah dibayar di muka saat itu.

Pemilih kian rasional. Calon anggota legislatif maupun calon presiden bersainglah secara cerdas. Pilihan bentuk kampanye cerdas berada di setiap caleg dan capres.

Ingatlah, janji-janji palsu sangat dibenci pemilih. Ingat pula, calon-calon yang pernah korupsi pun sangat mungkin terlacak oleh pemilih. (Stefanus Osa)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Akui Cita-Citanya Adalah Jadi Presiden: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Prabowo Akui Cita-Citanya Adalah Jadi Presiden: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Tri Suci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Tri Suci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Nasional
SYL Berkali-kali 'Palak' Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

SYL Berkali-kali "Palak" Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

Nasional
Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Nasional
Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Nasional
KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

Nasional
Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Nasional
Waketum Golkar Ingin Tanya Airlangga Kenapa Bobby Akhirnya Masuk Gerindra

Waketum Golkar Ingin Tanya Airlangga Kenapa Bobby Akhirnya Masuk Gerindra

Nasional
Bicara soal Rekonsiliasi, JK Sebut Tetap Ada yang Jadi Oposisi

Bicara soal Rekonsiliasi, JK Sebut Tetap Ada yang Jadi Oposisi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jalan Berliku Anies Menuju Pilkada Jakarta | Mahfud soal Pentingnya Pemikiran Megawati

[POPULER NASIONAL] Jalan Berliku Anies Menuju Pilkada Jakarta | Mahfud soal Pentingnya Pemikiran Megawati

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

Nasional
Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

Nasional
Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com