Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden: Saya Korban Pers...

Kompas.com - 23/10/2013, 20:55 WIB
Hindra Liauw

Penulis

Sumber Antara

BANJARMASIN, KOMPAS.com
 — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan dirinya merupakan salah seorang korban pers. Namun, Kepala Negara juga berterima kasih karena kritikan dan kecaman yang dilakukan media telah menjadi cambuk untuk melaksanakan tugasnya lebih baik dan menjadikan dirinya bertahan.

"Saya salah satu korban pers, tetapi sekaligus saya berterima kasih kepada pers," kata Presiden Yudhoyono saat memberikan sambutan dalam silaturahim dengan Pengurus Pusat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) periode 2013-2015 di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Rabu.

Presiden melanjutkan, "Kalau saya tidak dikritik, dikecam sejak hari pertama saya jadi Presiden, mungkin saya sudah jatuh, mungkin saya semau-maunya, mungkin gegabah dalam mengambil keputusan, mungkin kebijakan saya malah aneh-aneh, mungkin saya merasa wah saya bisa memimpin, bisa berbuat apa saja, saya berterima kasih terhadap semua itu."

Presiden dalam kesempatan itu mengungkapkan isi hatinya terkait apa yang dirasakannya sebagai Presiden dan soal pemberitaan media massa.

Presiden mengungkapkan sejumlah kritikan, di antaranya berita-berita yang muncul karena sumber yang tidak jelas, penggunaan media sosial sebagai sumber berita yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, berita yang berbau fitnah, pers yang mengadili, serta banyak berita yang tidak melakukan cek silang.

Presiden memberi contoh, salah satu di antaranya terkait berita penunjukan Komjen Sutarman untuk diusulkan sebagai pengganti Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo.

"Apa yang diberitakan, dibangun keadaan, atau isu, atau berita bahwa sebenarnya Komjen Sutarman itu tidak diusulkan oleh atasannya alias Kapolri, tetapi SBY dilobi oleh seseorang akhirnya muncullah nama Sutarman," kata Presiden.

Berita tersebut muncul, baik di media online, media elektronik, maupun media cetak. Berita tersebut dimuat dan diberitakan seusai Komjen Sutarman menjalani uji kelayakan dan kepatutan DPR yang konon DPR RI cenderung menyetujui usulan terhadap pengangkatan Komjen Sutarman itu.

"Itu berita yang dibangun," kata Presiden.

Presiden mengatakan, berita tersebut tidak benar, tidak sesuai fakta dan tidak ada cek terhadap informasi yang dimiliki kepada pengambil kebijakan.

Presiden menceritakan bahwa sesuai dengan UU dan aturan yang berlaku, yang mengusulkan calon kepala Polri adalah Kompolnas dan mengajukan secara tertulis kepada presiden.

Kedua, menurut Presiden, sebelum diputuskan dan dibawa ke DPR RI, maka Kapolri juga mengajukan usulan.

Presiden melanjutkan, Kompolnas mengajukan empat nama, di antaranya ada Komjen Sutarman, begitu pula Kapolri yang mengajukan empat nama, di antaranya Komjen Sutarman.

"Kebetulan empat nama itu sama, maka gugurlah sudah cerita yang dibangun bahwa Sutarman itu tidak diusulkan oleh Kapolri, tidak diusulkan oleh Komplonas tiba-tiba dipilih oleh SBY, hanya untuk membangun cerita ada seseorang yang melobi, yang datang ke SBY agar calon itu digolkan, Sutarman peringkat pertama diusulkan, senioritas dan lain-lain," kata Presiden.

Presiden mengingatkan, media dalam era kebebasan pers ini memiliki kekuasaan yang sangat besar. Untuk itu, Presiden meminta agar pers dapat menjaga supaya kekuasaan tersebut tidak disalahgunakan.

"Ingat Lord Acton, power tends to corrupt, power absolutely, absolutely corrupt (kekuasaan cenderung korup, kekuasaan absolut, pasti korup)," demikian Presiden Yudhoyono.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com