DPR akan membahas perppu tersebut pada November mendatang. Menurut Sudding, hampir semua perwakilan fraksi di DPR telah mengungkapkan kepada media pandangannya mengenai perppu ini.
Sepengetahuan Suding, hampir semua fraksi di DPR menyampaikan penolakan. “Kalau DPR berpikiran obyektif, dan melihat substansi yang diatur di dalamnya, tanpa ada kepentingan, ini besar dilakukan penolakan. Saya kira kawan di fraksi sudah sampaikan sikap, hampir semua berikan penolakan,” ujar Sudding di Jakarta, Sabtu (19/10/2013).
Dia berpendapat, perppu soal MK yang diterbitkan Pemerintah ini sebagian poinnya berpotensi melanggar Undang-Undang Dasar. Poin yang dianggapnya berpotensi melanggar UUD adalah yang berkaitan dengan tambahan syarat calon hakim konstitusi, proses rekrutmen hakim konstitusi, dan pengawasan MK.
Dalam pengawasan hakim konstitusi misalnya, Sudding menilai bahwa perppu tersebut telah memberikan kewenangan kepada Komisi Yudisial untuk ikut mengawasi MK. Padahal, menurutnya, pelibatan KY dalam mengawasi MK sudah pernah di-judicial review dan diputuskan bahwa itu bertentangan dengan UUD.
“Sudah pernah diajukan judicial review terhadap KY dalam konteks pengawasan di MK dan keduanya dibatalkan oleh MK karena dianggap bertentangan dengan UUD. Artinya putusan MK itu bersifat final dan mengikat, ketika tafsir putusan MK dinyatakan bertentangan kemudian dituangkan kembali dalam perppu, maka itu juga bertentangan dengan UUD. Karena putusan MK itu tasfir atas UUD 1945,” tuturnya.
Dia juga mengatakan bahwa lebih tepat jika pemerintah mengajukan revisi UU MK ketimbang mengeluarkan perppu. Pasalnya, menurut Sudding, perppu ini pada intinya berdasarkan subyektivitas Presiden yang dianggapnya antidemokrasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.