Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perlu Aturan Main yang Jelas untuk Cegah Dinasti Politik

Kompas.com - 09/10/2013, 14:04 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Arif Wibowo mengatakan bahwa penolakan pada praktik politik dinasti tak dapat dilakukan dengan mudah. Menurutnya, perlu dibuat aturan main yang jelas agar tak ada pelanggaran pada hak konstitusi dan tak mudah kalah saat digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Arif menuturkan, seluruh fraksi di Komisi II memiliki semangat yang sama untuk menolak politik dinasti. Akan tetapi, semuanya sadar perlu ada mekanisme yang jelas agar hak konstitusi bahwa semua warga negara berhak memilih dan dipilih tak dilanggar.

"Semangatnya sama menolak politik dinasti, tapi tidak bisa serta-merta karena bertabrakan dengan hak konstitusi," kata Arif di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (9/10/2013).

Politisi PDI Perjuangan ini melanjutkan, proses seleksi calon pemimpin harus didorong secara terbuka dan transparan. Calon kepala daerah yang akan diusung suatu partai politik haruslah figur yang benar-benar dikehendaki rakyat, memiliki kapasitas dan kredibilitas yang baik, serta mampu menjalani pemerintahan yang baik.

"Bahwa semangatnya tidak boleh pejabat dinasti, itu adalah sikap kita. Tapi, kemudian rumusannya seperti apa sehingga penolakan politik dinasti itu tidak melanggar konstitusi," ujarnya.

KOMPAS.com/Indra Akuntono Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Arif Wibowo

Ia melanjutkan, Fraksi PDI Perjuangan mengusulkan agar ke depan penetapan pasangan calon kepala daerah diputuskan sekitar enam atau dua belas bulan sebelum waktu pemilihan. Alasannya ialah agar masyarakat dapat mengetahui figur yang maju sebagai calon kepala daerah dan dapat memberikan respons sebagai bahan pertimbangan partai untuk tetap mencalonkan figur tersebut atau sebaliknya.

Bagi PDI Perjuangan, kata Arif, kekerabatan dalam politik bukanlah sesuatu yang haram, terlebih diperkuat dengan hak konstitusi dalam berpolitik. Akan tetapi, semua figur yang tidak memenuhi syarat harus ditolak dan tak dapat maju sebagai calon pejabat daerah.

"Rumusan ini yang sedang kita bahas. Kita tidak bisa nolak politik dinasti dengan asal-asalan, tapi perlu ada sesuatu yang lebih rigid, yang lebih jelas. Kita perberat syaratnya agar keluarga petahana tidak bisa seenaknya mengusung calonnya," pungkas Arief.

Sebagai informasi, politik dinasti kembali menuai sorotan. Pandangan publik tertuju pada dinasti politik yang dibangun oleh Gubernur Banten Atus Chosiyah pasca-penangkapan dan penetapan adik kandung Atut, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan dugaan melakukan suap terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi (kini nonaktif) Akil Mochtar.

Wawan diduga melakukan suap terkait sengketa Pilkada Lebak yang ditangani MK. Selain Atut dan Wawan, anggota keluarga lainnya juga menduduki posisi penting di Banten dan di tingkat pusat. Mereka adalah Hikmat Tomet (suami Atut) yang menjadi anggota Komisi V DPR RI; Andhika Hazrumy (anak pertama Atut), anggota DPD dari Provinsi Banten; dan Ade Rosi Khairunnisa (Istri Andhika), saat ini Wakil Ketua DPRD Kota Serang. Lalu, ada Andiara Aprilia Hikmat (anak kedua Atut), calon anggota DPR RI; Tanto Warsono Arban (suami Andiara), calon anggota DPR RI; Heryani (ibu tiri Atut) Wakil Bupati Pandeglang; Ratu Tatu Chassanah (adik kandung Atut), Wakil Bupati Serang; Tubagus Chaerul Jaman (adik tiri Atut), Wali Kota Serang; dan Airin Rachmi Diany (istri Wawan), Wali Kota Tangerang Selatan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Beri Atensi Sektor Industri untuk Generasi Z yang Sulit Cari Kerja

Prabowo Beri Atensi Sektor Industri untuk Generasi Z yang Sulit Cari Kerja

Nasional
Komisi X Rapat Bareng Nadiem Makarim, Minta Kenaikan UKT Dibatalkan

Komisi X Rapat Bareng Nadiem Makarim, Minta Kenaikan UKT Dibatalkan

Nasional
Menaker Ida Paparkan 3 Tujuan Evaluasi Pelaksanaan Program Desmigratif

Menaker Ida Paparkan 3 Tujuan Evaluasi Pelaksanaan Program Desmigratif

Nasional
ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

Nasional
Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

Nasional
Reformasi yang Semakin Setengah Hati

Reformasi yang Semakin Setengah Hati

Nasional
Lemhannas Dorong Reaktualisasi Ketahanan Nasional Lewat 'Geo Crybernetic'

Lemhannas Dorong Reaktualisasi Ketahanan Nasional Lewat "Geo Crybernetic"

Nasional
Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Nasional
ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

Nasional
Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya sebagai Cagub DKI Jakarta

Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya sebagai Cagub DKI Jakarta

Nasional
PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

Nasional
SYL Klaim Tak Pernah 'Cawe-cawe' soal Teknis Perjalanan Dinas

SYL Klaim Tak Pernah "Cawe-cawe" soal Teknis Perjalanan Dinas

Nasional
Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

Nasional
Kemenag Kecewa 47,5 Persen Penerbangan Haji yang Gunakan Garuda Indonesia Alami Keterlambatan

Kemenag Kecewa 47,5 Persen Penerbangan Haji yang Gunakan Garuda Indonesia Alami Keterlambatan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com