Sebanyak empat fraksi bersikeras agar UU Pilpres diubah. Empat fraksi itu adalah Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai Gerindra, dan Fraksi Partai Hanura.
Sementara itu, lima fraksi lainnya menilai UU Pilpres tak perlu diubah. Mereka adalah Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Amanat Nasional, dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa.
Ketua Baleg DPR Ignatius Mulyono mengusulkan semua pandangan fraksi ini akan dicatat dan disampaikan dalam rapat paripurna di DPR. Forum paripurna, kata Mulyono, akan menetapkan perlu atau tidaknya pembahasan revisi UU Pilpres dilanjutkan.
"Kalaulah harus diambil berupa voting, maka voting akan diambil di paripurna. Maka pimpinan usulkan agar dilanjutkan di paripurna," ucap Mulyono.
Usulan ini kemudian dikoreksi oleh anggota Baleg dari Fraksi Partai Golkar, Taufik Hidayat. Menurut Taufik, pembahasan kali ini belum bisa diputuskan dalam forum paripurna. Pasalnya, belum ada draf yang menjadi produk dari Baleg.
"Dengan demikian, kami berpandangan bahwa diputuskan dulu di Baleg, baru kemudian untuk masalah perlu atau tidaknya dicabut dari prolegnas 2013 dibawa ke paripurna," ungkap Taufik.
Atas usulan ini, pimpinan Baleg pun memutuskan untuk menskors rapat selama 15 menit. Mulyono mengatakan, waktu tersebut akan dimanfaatkan fraksi untuk melakukan lobi.
"Kalau demikian, untuk menyamakan pendapat yang masih berbeda ini, kita lobi dulu selama 15 menit sebelum keputusan akhir," ucap Mulyono.
Satu pasal yang mengganjal
Satu pasal di UU Pilpres yang menyebabkan kebuntuan tak lain terkait presidential threshold (PT) atau ambang batas perolehan suara minimal dalam pemilihan presiden. Dalam Pasal 9 UU Pilpres disebutkan bahwa pasangan capres dan cawapres bisa diusung partai politik atau gabungan partai politik dengan jumlah kursi di parlemen minimal 20 persen dan jumlah suara secara nasional minimal 25 persen.
Hal ini akan menghambat partai-partai kecil yang akan mengajukan capres. Sebut saja Partai Gerindra yang sudah jauh hari mengusung Prabowo Subianto sebagai capresnya. Demikian pula Partai Hanura yang sudah deklarasi akan mengusung Wiranto.
"Tidak ada dasar hukum adanya pasal soal PT itu karena di dalam UUD 45 sangat jelas ditulis capres dan cawapres adalah pasangan yang diusung oleh partai atau gabungan partai politik. Tidak ada ambang batasnya," kata Ketua Fraksi Partai Hanura Sjarifudin Sudding, beberapa waktu lalu.
Sementara itu, PPP berkeinginan agar PT dijadikan 0 persen, atau hilang sama sekali. "Kalau sampai ada PT, namanya membatasi capres-capres yang ada saat ini. Kami ingin ada banyak pilihan. PPP tetap berkeinginan PT 0 persen," ujar Wakil Ketua Fraksi PPP Ahmad Yani.
Adapun PKS tidak membicarakan persoalan PT. Anggota Baleg dari Fraksi PKS, Indra, mengatakan, banyak hal yang harus direvisi dari undang-undang itu, yakni pelarangan presiden rangkap jabatan, pembatasan biaya kampanye, pengaturan/pembatasan iklan supaya tidak ada kooptasi pencitraan semu melalui iklan yang akan menyesatkan pemilih, dan perubahan syarat pencapresan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.