Hal ini diungkapkan pengajar Ilmu Politik Universitas Airlangga, Surabaya, Haryadi, dan pengajar Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, AAGN Ari Dwipayana, secara terpisah, Rabu (18/9/2013).
Kondisi Partai Golkar itu, kata Haryadi, membuat persaingan Akbar Tandjung, Jusuf Kalla, dan Aburizal Bakrie menuju posisi calon wakil presiden ataupun calon presiden menjadi niscaya.
Deklarasi dini Aburizal Bakrie (ARB) di tengah potensi elektabilitas yang rendah, kata Haryadi, menunjukkan reaksi atas gerakan politik kubu Akbar Tandjung yang mulai bergerak sistematis untuk negosiasi pencapresan.
Selain itu, Haryadi dan Ari Dwipayana sepakat bahwa Partai Golkar terdiri atas banyak patron yang masing-masing memiliki modal politik kuat dan bersaing.
Stabilisasi relasi antarpatron, kata Ari, bisa terjaga ketika terjadi koeksistensi damai berupa pembagian kekuasaan (power sharing). Hal ini biasanya terbangun dalam musyawarah nasional.
Namun, aliansi patron-patron ini akan terganggu saat menghadapi momentum elektoral. Semua merasa memiliki legitimasi untuk menjadi capres dan cawapres.
Ketika persaingan ini tidak bisa dikelola, bisa jadi muncul manuver untuk menggeser dukungan dan negosiasi informal tanpa melewati struktur formal. Karena itu, kata Ari, peluang Kalla ataupun Akbar untuk bergeser ke partai lain pun cukup besar.
Fenomena ini mengulang pengalaman Pemilu 2004 dan Pemilu 2009. Pada 2004, Wiranto memenangi konvensi dan diusung sebagai capres Partai Golkar. Namun, Kalla malah menjadi cawapres mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono.
Lima tahun berikutnya, Partai Golkar mengusung Kalla, tetapi beberapa elite pengendali partai saat itu, seperti Aburizal Bakrie, justru mendukung SBY.
Karena itu, Haryadi menyebut Partai Golkar mengalami fragmentasi fungsional. Para elitenya merasa otonom untuk urusan pencapresan, tetapi tunggal untuk urusan pemilu legislatif. Ini juga membuat Partai Golkar selalu tak solid dalam pemilu presiden.
Memperkuat partai
Juru bicara Aburizal yang juga Wakil Sekjen Partai Golkar, Lalu Mara, kemarin, menegaskan, pencapresan Aburizal sudah dalam koridor yang benar. Dia membantah akan ada evaluasi pencapresan pada Rapat Pimpinan Nasional 20 Oktober nanti, seperti didengungkan Akbar.
”Pernyataan Pak AT (Akbar Tandjung) sama sekali tak mengapresiasi apa yang sudah dikerjakan. Pak ARB setiap minggu turun ke daerah serta bersama seluruh jajaran dan pengurus daerah terus bekerja. Hasilnya sudah kelihatan, banyak survei menunjukkan ARB sudah melewati Pak JK dan Bu Mega meski betul masih selisih sedikit dengan Pak Prabowo,” tuturnya.
Wakil Sekjen Partai Golkar Nurul Arifin berkeyakinan perbedaan pandangan ini tidak akan memecah Partai Golkar, tetapi justru akan memperkuat partai.
Menurut Tantowi Yahya, wasekjen lainnya, keinginan untuk mengevaluasi pencalonan Aburizal sulit untuk dikabulkan. Sebab, pencalonan Aburizal ditetapkan dalam rapimnas.
Rapimnas juga diikuti pengurus DPD I, bukan pengurus DPD II yang disebut-sebut meminta evaluasi pencalonan Aburizal. (INA/NTA)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.