BOGOR, KOMPAS.com — Penetapan Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi oleh pemerintah digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Penetapan Patrialis dinilai melanggar Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. Bagaimana tanggapan pemerintah?
"Yah, kita layani saja gugatan itu. Tidak usah khawatir, pemerintah memiliki alasan yang kuat untuk mengangkat seseorang," kata Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (12/8/2013).
Menurut Djoko, Presiden tidak mungkin sembarangan mengangkat seseorang menjadi pejabat tinggi negara. Sudah ada mekanisme di internal pemerintah. Selain itu, kata dia, Patrialis juga memenuhi syarat untuk berada di Mahkamah Konstitusi.
Ketika disinggung anggapan bahwa pemerintah melanggar UU lantaran tidak terlebih dulu memublikasikan calon hakim konstitusi, menurut Djoko, tidak ada keharusan adanya partisipasi publik dalam penetapan calon dari pemerintah. Hal itu, kata dia, sama seperti proses di Mahkamah Agung.
"Enggak ada keharusan. Yang penting proses di internal pemerintah jalan. Kan itu wakil pemerintah, bukan wakil yang lain (DPR). Kalau MA melakukan proses, kenapa tidak dikritisi juga? Sama saja kan," pungkas Djoko.
Seperti diberitakan, gugatan ke PTUN oleh Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan MK (Koalisi-MK) diajukan setelah Presiden tidak membatalkan pengangkatan Patrialis. Presiden terlebih dulu disomasi. Banyak alasan penolakan tersebut seperti tidak adanya publikasi terlebih dulu sebelum ditetapkan.
Ada pula yang mengkaitkan dengan kinerja Patrialis selama menjabat Menteri Hukum dan HAM. Sorotan tajam ketika itu ialah skandal sel mewah Artalyta Suryani alias Ayin hingga obral remisi bagi koruptor.
Presiden telah menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 87/P Tahun 2013 tertanggal 22 Juli 2013 yang memberhentikan dengan hormat Achmad Sodiki dan Maria Farida Indrati sebagai hakim konstitusi. Presiden lalu mengangkat kembali Maria. Selain itu, diangkat juga Patrialis untuk menggantikan Achmad.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.