Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eksekusi Mati Dinilai Sarat Kepentingan Politik

Kompas.com - 18/05/2013, 04:26 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Sikap pemerintah yang telah dan akan mengeksekusi mati para terpidana mati pada 2013 dinilai sarat dengan kepentingan politik menjelang Pemilu 2014. Pemerintah dinilai ingin dianggap tegas oleh publik.

"Eksekusi mati dilakukan karena ada kepentingan politik, khususnya kepentingan pemilu," kata Direktur Operasional Imparsial Bhatara Ibnu Reza, mewakili Koalisi Hapuskan Hukuman Mati (Hati) saat jumpa pers di Kantor Imparsial, Jakarta, Jumat (17/5/2013). Ikut dalam jumpa pers aktivis LBH Masyarakat, YLBHI, dan Elsam.

Mereka menyikapi langkah kejaksaan yang mengeksekusi tiga terpidana mati di Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah (16/5/2013) tengah malam. Tiga terpidana mati yang dieksekusi itu yakni Suryadi Swabuana bin Sukarno alias Adi Kumis, Jurit bin Abdullah, dan Ibrahim bin Ujang.

Suryadi adalah terpidana kasus pembunuhan satu keluarga di kawasan Pupuk Sriwijaya, Palembang, Sumatera Selatan, pada 1991. Adapun Jurit dan Ibrahim adalah terpidana pembunuhan berencana di Sekayu, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, pada 1997.

Sebelumnya, pada 14 Maret 2013, kejaksaan juga telah mengeksekusi mati terpidana mati Adami Wilson, warga negara Malawi. Adami dieksekusi di Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. Hingga akhir tahun 2013, kejaksaan berencana akan kembali melakukan eksekusi enam terpidana mati lainnya.

Bhatara mengatakan, kepentingan politik terlihat dari meningkatnya angka eksekusi mati. Jika enam terpidana mati lain dieksekusi, dengan demikian total 10 orang dieksekusi sepanjang 2013. Padahal, kata dia, pada 2010-2012, tidak ada eksekusi mati.

Bhatara lalu membandingkan dengan angka eksekusi mati yang juga tinggi pada 2008 atau satu tahun menjelang Pemilu 2009. Ketika itu, ada 10 orang yang dieksekusi mati. Padahal, pada 2004 hanya 3 yang dieksekusi mati, 2005 ada 2 orang, 2006 ada 3 orang, dan 2007 ada 1 orang.

Koalisi Hati berpendapat, pemerintah sebenarnya sudah punya arah yang baik menyikapi hukuman mati. Dalam Rancangan Undang-Undang KUHP yang disusun pemerintah, hukuman maksimal adalah penjara seumur hidup.

Sikap positif pemerintah lainnya, yakni ketika Indonesia memilih abstain dalam hal resolusi moratorium hukuman mati saat Sidang Umum PBB pada Desember 2012 . Sebelumnya, Indonesia selalu berpendapat menolak resolusi tersebut. Namun, eksekusi empat terpidana mati pada 2013 bertolak belakang dengan semua itu.

Koalisi Hati tetap berpendapat bahwa hukuman mati bertentangan dengan Pasal 28 A UUD 1945 yang menyebutkan "Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya". Untuk itu, mereka mendesak pemerintah menghentikan eksekusi hukuman mati.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Perindo Resmi Dukung Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jatim 2024

Perindo Resmi Dukung Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jatim 2024

Nasional
KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar

KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar

Nasional
Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

Nasional
Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

Nasional
Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

Nasional
Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

Nasional
Kembangkan Energi Terbarukan di RI dan Internasional, Pertamina NRE Gandeng Masdar

Kembangkan Energi Terbarukan di RI dan Internasional, Pertamina NRE Gandeng Masdar

Nasional
MK Tolak Gugatan PPP soal Perpindahan 21.000 Suara ke Partai Garuda di 4 Dapil

MK Tolak Gugatan PPP soal Perpindahan 21.000 Suara ke Partai Garuda di 4 Dapil

Nasional
Paparkan Hasil Forum Parlemen WWF, Puan Sebut Isu Air Akan Jadi Agenda Prioritas

Paparkan Hasil Forum Parlemen WWF, Puan Sebut Isu Air Akan Jadi Agenda Prioritas

Nasional
MK Tolak Gugatan PPP Terkait Hasil Pileg Dapil Jabar

MK Tolak Gugatan PPP Terkait Hasil Pileg Dapil Jabar

Nasional
Sidang Asusila Ketua KPU, Anggota Komnas HAM dan Perempuan Jadi Ahli

Sidang Asusila Ketua KPU, Anggota Komnas HAM dan Perempuan Jadi Ahli

Nasional
Belanja Negara Makin Besar, Jokowi Minta BPKP Inovasi Gunakan Teknologi Digital

Belanja Negara Makin Besar, Jokowi Minta BPKP Inovasi Gunakan Teknologi Digital

Nasional
Pegawai Protokol Kementan hingga Pihak Swasta Jadi Saksi Sidang Kasus Korupsi SYL

Pegawai Protokol Kementan hingga Pihak Swasta Jadi Saksi Sidang Kasus Korupsi SYL

Nasional
Ketua KPK Ogah Tanggapi Masalah Ghufron Laporkan Dewas ke Bareskrim

Ketua KPK Ogah Tanggapi Masalah Ghufron Laporkan Dewas ke Bareskrim

Nasional
KPU Sebut Upaya PPP Tembus Parlemen Kandas Sebab Gugatan Banyak Ditolak MK

KPU Sebut Upaya PPP Tembus Parlemen Kandas Sebab Gugatan Banyak Ditolak MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com