Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inilah Lima Tren Pemberantasan Korupsi Masa Depan

Kompas.com - 02/08/2012, 01:15 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto mengatakan, tren pemberantasan tindak pidana korupsi mengalami perkembangan. Dalam acara berbuka puasa bersama di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (1/8/2012), Bambang menyebut lima tren pemberantasan korupsi masa depan.

Pertama, kata Bambang, tren untuk mengejar aset dan asal-usul aset para pelaku tindak pidana korupsi. Tren ini mengalami kemajuan dari strategi sebelumnya yang hanya mengikuti aliran uang atau follow the money. "Ternyata, sekarang itu (follow the money) bukan strategi terakhir. Strategi yang terbaru, follow the asset, harus dilacak aset dan asal-usul kekayaan seseorang," kata Bambang.

Perkembangan kedua, lanjutnya, melibatkan lembaga pelacak aset keuangan, seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Melibatkan PPATK dinilainya penting mengingat kalangan profesional yang menjadi bagian dari tindak pidana korupsi cenderung memanfaatkan korporasi atau yayasan untuk menyembunyikan aset mereka.

"Itu sebabnya kita harus dorong lembaga-lembaga seperti PPATK untuk melacak aset-aset keuangan. Bahkan harus dilihat lebih jauh lagi tempat-tempat penyembunyian uang yang dilakukan oleh koruptor," ujar Bambang.

Ketiga, menurut Bambang, menjamin legalitas lembaga pemberantasan korupsi seperti KPK dalam konstitusi. Langkah ini, katanya, sudah dianut negara-negara demokratik di dunia sejak 10-15 tahun terakhir. Adapun Indonesia termasuk yang ketinggalan. Indonesia belum menjamin legalitas KPK dalam konstitusi. Lembaga penegakan hukum itu masih dianggap sebagai lembaga ad hoc yang sifatnya sementara.

"Kamboja sudah diatur dalam konstitusi. Veitnam, Timur Leste, Laos, Montenegro, Kamerun, cukup banyak negara-negara yang diatur dalam konstitusi," katanya.

"Tren negara-negara demokratik selalu menempatkan pemberantasan korupsinya di konstitusi, Indonesia terbelakang," tambah Bambang.

Keempat, hampir semua negara yang memiliki kewenangan penindakan korupsi mengembangkan investigasi modern. Dalam hal ini, katanya, yang dikembangkan bukan hanya teknik penyidikan, melainkan juga mengembangkan intelligent business unit. "Intelligent business unit diterapkan dalam negara di dunia yang memang korporasinya digunakan koruptor untuk penyimpanan aset," ucap Bambang.

Tren kelima, katanya, mengawinkan isu pemberantasan tindak pidana korupsi dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat atau isu hak asasi manusia (HAM). Bambang menambahkan, tidak benar jika KPK berpolitik dalam menjalankan fungsi pemberantasan korupsi.

"Yang ada adalah politik penegakan hukum yang cepat, hemat, tuntas, tidak benar kalau ada tuduhan kalangan yang mengatakan kalau KPK tangani kasus, kasus itu seolah punya aspek politik," katanya.

Dikatakan Bambang, KPK memiliki konsentrasi dalam membangun lembaga politik yang lebih baik. Indikatornya, lanjut dia, dengan melakukan focus group discussion atau diskusi berkelompok yang terfokus dalam mencari strategi meminimalisasi penyalahgunaan wewenang di DPR.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Korlantas Sebut Pelat Khusus “ZZ” Terhindar Ganjil-Genap Jika Dikawal

Korlantas Sebut Pelat Khusus “ZZ” Terhindar Ganjil-Genap Jika Dikawal

Nasional
Polri Bentuk 10 Satgas Pengamanan untuk World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Bentuk 10 Satgas Pengamanan untuk World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Nurul Ghufron Sengaja Absen Sidang Etik di Dewas KPK, Beralasan Sedang Gugat Aturan ke MA

Nurul Ghufron Sengaja Absen Sidang Etik di Dewas KPK, Beralasan Sedang Gugat Aturan ke MA

Nasional
Korlantas Polri Ungkap Jasa Pemalsuan Pelat Khusus “ZZ”, Tarifnya Rp 55-100 Juta

Korlantas Polri Ungkap Jasa Pemalsuan Pelat Khusus “ZZ”, Tarifnya Rp 55-100 Juta

Nasional
Absen di Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin, Surya Paloh: Terus Terang, Saya Enggak Tahu

Absen di Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin, Surya Paloh: Terus Terang, Saya Enggak Tahu

Nasional
KPU Mulai Tetapkan Kursi DPRD, Parpol Sudah Bisa Berhitung Soal Pencalonan di Pilkada

KPU Mulai Tetapkan Kursi DPRD, Parpol Sudah Bisa Berhitung Soal Pencalonan di Pilkada

Nasional
PKB Jajaki Pembentukan Koalisi untuk Tandingi Khofifah di Jatim

PKB Jajaki Pembentukan Koalisi untuk Tandingi Khofifah di Jatim

Nasional
PKB Bilang Sudah Punya Figur untuk Tandingi Khofifah, Pastikan Bukan Cak Imin

PKB Bilang Sudah Punya Figur untuk Tandingi Khofifah, Pastikan Bukan Cak Imin

Nasional
KPK Sita Gedung Kantor DPD Nasdem Milik Bupati Nonaktif Labuhan Batu

KPK Sita Gedung Kantor DPD Nasdem Milik Bupati Nonaktif Labuhan Batu

Nasional
MA Kuatkan Vonis 5 Tahun Penjara Angin Prayitno Aji

MA Kuatkan Vonis 5 Tahun Penjara Angin Prayitno Aji

Nasional
Soal Jokowi Jadi Tembok Tebal antara Prabowo-Megawati, Sekjen PDI-P: Arah Politik Partai Ranah Ketua Umum

Soal Jokowi Jadi Tembok Tebal antara Prabowo-Megawati, Sekjen PDI-P: Arah Politik Partai Ranah Ketua Umum

Nasional
TNI-Polri Bahas Penyalahgunaan Pelat Nomor Kendaraan yang Marak Terjadi Akhir-akhir Ini

TNI-Polri Bahas Penyalahgunaan Pelat Nomor Kendaraan yang Marak Terjadi Akhir-akhir Ini

Nasional
Andi Gani Ungkap Alasan Ditunjuk Jadi Penasihat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Andi Gani Ungkap Alasan Ditunjuk Jadi Penasihat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Nasional
PKB Siap Bikin Poros Tandingan Hadapi Ridwan Kamil di Pilkada Jabar

PKB Siap Bikin Poros Tandingan Hadapi Ridwan Kamil di Pilkada Jabar

Nasional
Hari Pendidikan Nasional, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes

Hari Pendidikan Nasional, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com