Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pramono: Kegusaran SBY Berlebihan

Kompas.com - 30/05/2011, 12:37 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua DPR Pramono Anung menilai, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terlalu berlebihan dalam menanggapi pesan singkat berisi ancaman balas dendam yang disebut-sebut dikirimkan oleh mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin. Menurutnya, Presiden tak perlu menyatakan langsung pendapatnya kepada publik terkait pesan singkat atau SMS tersebut.

"SBY memang kepala negara. Presiden memang perlu mendengarkan banyak hal, suara-suara di sosial media, baik itu di Twitter dan sebagainya. Tapi, lebih arif jika hal seperti ini tidak langsung disampaikan oleh Presiden. Karena apa pun, Presiden ini kan merupakan simbol bagi kita semua. Kalau beliau sudah menyampaikan secara langsung, ini kan terlihat ada kegusaran yang mungkin agak berlebihan," ungkapnya di Gedung DPR, Senin (30/5/2011). Pramono ditanya pendapatnya mengenai pernyataan Presiden yang disampaikan khusus kepada media menjelang keberangkatannya mengunjungi Pontianak, Kalimantan Barat.

Seperti diberitakan sebelumnya, pada akhir pekan lalu, sebuah SMS yang disebut-sebut dikirimkan oleh Nazaruddin beredar secara berantai hingga kemudian juga tersebar melalui BlackBerry Messenger dan situs jejaring sosial Twitter. Dalam pesan yang disebut dikirim dari sebuah nomor di Singapura itu dikatakan, Nazaruddin kecewa dan mengancam akan membongkar sejumlah kasus yang disebut melibatkan Partai Demokrat. SMS juga menyinggung pribadi Presiden SBY.

Ketua Divisi Komunikasi Publik Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat Andi Nurpati mengatakan, pesan singkat atau SMS Ancaman Nazaruddin dari Singapura palsu dan bertujuan untuk melakukan pembunuhan karakter. "Itu semua fitnah dan pembunuhan karakter," kata Andi Nurpati seusai rapat tertutup pengurus DPP Partai Demokrat di Jakarta, Sabtu (28/5/2011) malam.

Respons masyarakat atas SMS tersebut ramai. Pramono menilai, respons-respons masyarakat terhadap kejadian ini seharusnya memperkaya Presiden dan partai penguasa untuk menindaklanjuti keruwetan selama ini. Presiden, lanjutnya, memiliki kewenangan untuk memerintahkan aparatnya menelusuri pengirim pesan singkat tersebut. Apalagi, Singapura adalah negara dengan administrasi yang tertata rapi.

"Kalau misalnya toh ditidaklanjuti yang menyangkut SMS dari Singapura, itu kan dilakukan oleh seseorang. Itu kan nomor bagus, itu pasti teregistrasi, gampang diketahui. Jadi tak perlu SBY lakukan (peringatan) itu. Cukup saja suruh Direktur Badan Intelijen Strategis untuk mencari. Kan gampang ketemu," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 23 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 23 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

    Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

    Nasional
    Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

    Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

    Nasional
    Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

    Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

    Nasional
    Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

    Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

    Nasional
    Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

    Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

    Nasional
    Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

    Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

    Nasional
    Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

    Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

    Nasional
    Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

    Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

    Nasional
    Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

    Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

    Nasional
    Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

    Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

    Nasional
    Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

    Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

    Nasional
    Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

    Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com