JAKARTA, KOMPAS.com — Pasca-diberhentikannya Hendarman Supandji sebagai Jaksa Agung, wacana pun bergulir mengenai siapa sosok yang pantas menjadi Adhyaksa-1. Yang mengemuka, tarikan antara calon yang berasal dari internal Kejaksaan dan calon nonkarier dari luar institusi.
Dalam diskusi Polemik "Jaksa Agung Karier atau Nonkarier", Sabtu (25/9/2010), mantan Kepala Pusdiklat Kejaksaan Agung Halius Hosen mengatakan, ada sejumlah pengalaman tak baik dengan jaksa nonkarier. Halius, yang masih tercatat sebagai jaksa aktif, mencontohkan, saat Jaksa Agung dijabat Abdul Rahman Saleh yang berasal dari luar institusi Kejaksaan, tidak terjadi chemistry yang kuat antara pimpinan dan bawahan.
Bahkan, menurutnya, ada kecurigaan dari Abdul Rahman terhadap bawahannya di Kejaksaan. "Pengalaman terakhir dengan Jaksa Agung eksternal, yaitu Pak Arman Saleh (panggilan Abdul Rahman Saleh). Beliau itu selalu membawa makanan dari luar atau dari rumah karena takut diracun kalau makan makanan dari Kejaksaan," kata Halius di Jakarta.
"Bagaimana bisa kalau pimpinan tidak percaya kepada bawahan?" lanjutnya.
Hal ini dinilai Halius menyebabkan tak ada kontak batin dan kedekatan antara atasan dan bawahan.
Namun, Halius menambahkan, ada pula pengalaman yang cukup baik saat Jaksa Agung dijabat Ismail Saleh yang juga berasal dari luar Kejaksaan. Namun, melihat dinamika penegakan hukum saat ini, ia berpendapat, jaksa karier dinilai sebagai sosok yang paling tepat menjadi Jaksa Agung.
"Saat ini, sudah ada 600 organisasi Kejaksaan. Dulu hanya 300 organisasi. Sekarang, jaksa 10.000 orang, dulu hanya 2.000 orang. Dinamika penegakan hukum juga luar biasa," kata Halius.
Jaksa karier, meski dilingkupi kepesimisan publik, menurutnya, masih memiliki kemampuan dan keinginan melakukan perubahan radikal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.