SURABAYA, KOMPAS.com- Ketua Umum PBNU KHA Hasyim Muzadi menegaskan bahwa NU menganut politik kebangsaan. Karena itu, isu "sterilisasi" NU dari politik menjelang muktamar patut diwaspadai.
"NU sudah jelas menganut politik kebangsaan, keumatan dan keagamaan, bukan politik kekuasaan," katanya dalam surat elektronik yang diterima ANTARA di Surabaya, Sabtu (20/3/2010).
Oleh karena itu, kata pengasuh Pesantren Mahasiswa Al Hikam Malang itu, munculnya isu NU bebas politik atau sterilisasi NU dari politik itu patut diwaspadai terkait kepentingan di balik isu tersebut. "Para calon ketua umum PBNU hendaknya berhati-hati menggunakan isu itu, karena setidaknya ada tiga kepentingan terkait isu, mulai dari kepentingan yang murni hingga kepentingan yang merugikan NU," katanya.
Tiga kepentingan di balik itu adalah mereka yang ikhlas berbakti pada NU melalui mabadi khoiro ummah (civil society), serta mereka yang sudah mempunyai parpol dan tak ingin kehilangan suara dari NU. Kepentingan lainnya, mereka yang ingin memotong jalur aspiratif nilai agama dengan pemerintahan atau negara.
"Kelompok dengan kepentingan pertama (mabadi khoiro ummah/masyarakat sipil) itu bagus, tapi kelompok dengan kepentingan kedua bersifat deparpolisasi NU justru para politikus untuk tujuan politis," katanya.
Sementara itu, kelompok ketiga dengan kepentingan memisahkan agama dengan negara itu justru menargetkan sekulerisasi negara. "Kelompok ketiga itu sering meneriakkan bubarkan Depag, bubarkan MUI, NU tak perlu membuat kompilasi hukum Islam, hilangkan bahsul masail, hapus fatwa, dan tiadakan tausiah," katanya.
Menurut dia, kepentingan dari kelompok ketiga yang merujuk pada liberalisasi agama itu melarang agama menyentuh negara dan sebaliknya, seperti terjadi di Amerika dan Eropa, sehingga agama mayoritas seperti Kristen dan Katolik pun dirusak olehnya.
"Itu bertentangan dengan ideologi Negara Pancasila yang bukan negara agama dan bukan negara sekuler, sedangkan NU sudah menganut politik kebangsaan, keumatan, dan keagamaan, bukan politik kekuasaan," katanya.
Oleh karena itu, katanya, NU sudah lama mengembangkan pemikiran moderat dan menyumbangkan sejumlah nilai-nilai agama untuk bangsa dan negara tanpa mengganggu agama lain dan bahkan mempersatukannya.
"Dengan pemikiran dan sumbangan itu, Indonesia tetap menjadi Nagara Pancasila, bukan negara agama dan bukan negara sekuler," katanya.
Ia menambahkan NU dalam kaitan politik praktis mengatur tidak boleh ada rangkap jabatan antara NU dengan parpol serta tidak menafikan hak politik warga negara. "Kalau ingin tahu NU, bacalah ketentuan dalam NU sebaik mungkin," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.