Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Hasil Investigasi Ombudsman Terkait Penanganan KDRT

Kompas.com - 19/06/2017, 15:12 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ombudsman RI melakukan investigasi ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) di sejumlah daerah.

Komisioner Ombudsman RI, Ninik Rahayu mengatakan, investigasi ini dilakukan karena banyaknya laporan terkait tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang terjadi dan dilaporkan ke lembaga pelayanan publik tersebut.

Sebanyak 14 laporan yang diterima Ombudsman mengindikasikan adanya maladministrasi dalam proses pengaduan tindak KDRT tersebut.

"Berangkat dari banyaknya permasalahan mengenai KDRT, Ombudsman berinisiatif melakukan investigasi atas prakarsa sendiri yang telah dilaksanakan mulai 2016 di beberapa kota di Jawa Barat, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan," kata Ninik di Ombudsman, Jakarta, Senin (19/6/2017).

Hasil investigasi, lanjut Ninik, Ombudsman menemukan adanya petugas yang tidak punya latar belakang psikologi, sehingga tidak ada layanan lanjutan dari laporan yang disampaikan.

Kemudian, waktu untuk melaporkan adanya KDRT hanya bisa dilakukan sejak pagi hingga sore hari karena P2TP2A hanya buka sesuai jam kerja. Sedianya, meskipun kantor tutup namun masyarakat tetap bisa melakukan pelaporan.

"Ditemukan juga beberapa kantor yang belum punya rumah aman atau rumah singgah, ruang tindakan, rawat inap. Bahkan masih ada yang belum punya gedung kantor atau ruangan, sehingga menumpang di kantor pemerintah daerah," kata Ninik.

Ia melanjutkan, kondisi kantor juga tidak menjamin keamanan dan kenyamanan, sehingga masyarakat enggan melapor meski ada tindak KDRT.

Selain itu, di beberapa daerah diketahui bahwa koordinasi antara P2TP2A dan unit PPA, serta rumah sakit pemda setempat kurang optimal.

(Baca juga: Ibu Kota Masih Rentan KDRT)

Atas hasil investigasi itu, Ombudsman menyarankan agar kepolisian membentuk unit PPA di seluruh Polda dan Polres serta melakukan monitoring penanganan pengaduan pada unit PPA tersebut.

Kemudian, sedianya pemerintah membuat peraturan perundang-undangan mengenau P2TP2A dengan tugas dan kewenangan serta sumber dana.

"Kondisi saat ini, P2TP2A diserahkan kepada pemerintah daerah masing-masing dan tidak terdapat ketersediaan anggaran yang jelas," kata Ninik.

Selain itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) perlu melakukan penyamaan persepsi, perumusan variabel data dan pemutakhiran sistem pendataan kasus.

Kompas TV Hukum dan Efek Jera bagi Pelaku Paedofilia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com