Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM: Disebut Persekusi jika Kejadiannya Sistematis dan Meluas

Kompas.com - 06/06/2017, 14:55 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menilai, sejumlah tindakan yang belakangan ini disebut persekusi, belum tentu merupakan persekusi yang potensial menjadi kejahatan kemanusiaan.

Komisioner Komnas HAM Roichatul Aswidah mengatakan, merujuk pada ketentuan hukum, baik hukum di Indonesia maupun internasional, persekusi harus bersifat sistematis dan terjadi secara meluas.

Jika tidak, maka tak bisa dikategorikan sebagai kejahatan kemanusiaan, tetapi tindak pidana biasa (ordinary crime).

Pada tindakan persekusi, menurut dia, ada unsur penganiayaan (Pasal 351 KUHP) dan atau pengrusakan terhadap orang atau barang (Pasal 170 KUHP).

"Persekusi kemudian dimasukkan ke dalam Statuta Roma (1998) sebagai salah satu perbuatan yang apabila dilakukan secara sistematis atau meluas, kemudian masuk dalam salah satu kejahatan terhadap kemanusiaan. Tetapi, apabila tidak dilakukan secara sistematis atau meluas, kemudian bisa masuk dalam hukum pidana biasa," kata Roichatul, di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (6/6/2017).

(Baca: Wiranto Bantah Persekusi Terjadi karena Lambatnya Kinerja Kepolisian)

Jika merupakan kejahatan pidana biasa, polisi bisa menggunakan pasal-pasal dalam KUHP untuk menjerat pelaku.

"Ketika polisi menegakkan hukum, bisa melihat pasal-pasal yang ada dalam hukum pidana Indonesia, karena apabila tidak memenuhi ketentuan atau elemen sistematis atau meluas, maka masuk ke dalam hukum pidana biasa," kata Roichatul.

Ia menjelaskan, suatu kejadian bisa disebut terjadi secara sistematis jika dilakukan secara terencana, ada polanya, serta bagian dari kebijakan organisasi tertentu (bisa negara dan non-negara), dan ada infrastruktur yang terlibat.

"Kebijakan organisasi ini bisa kita lacak, tetapi kadang (kebijakan itu) tidak tertulis," kata Roichatul.

Sementara, parameter meluas, jika kejadian tersebut terjadi dalam wilayah geografis yang luas.

(Baca: Hidayat Nur Wahid Sebut Persekusi adalah Asap dari Api)

Roichatul mengatakan, persekusi bisa saja terjadi secara meluas, tetapi tidak sistematis. Terkait tindakan yang dialami oleh seorang dokter di Sumatera Barat dan seorang remaja di Jakarta, Komnas HAM harus melakukan serangkaian proses untuk mengetahui apakah termasuk persekusi atau tidak.

Proses itu di antaranya, pemantauan, penyelidikan, hingga kajian hukum untuk memvonis beberapa peristiwa dengan pola sama sebagai peristiwa sistematis dan memenuhi unsur persekusi.

"Untuk menyebut sistematis atau meluas, kita harus hati-hati," kata dia.

Kompas TV Bagaimana mewaspadai beragam tindakan persekusi di berbagai lini termasuk di media sosial?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Dianggap Prabowo Sahabat

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Dianggap Prabowo Sahabat

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Nasional
Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Nasional
PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com