Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lima Pernyataan Saksi yang Beratkan Terdakwa di Sidang e-KTP ke-16

Kompas.com - 23/05/2017, 08:46 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menghadirkan dua staf Kementerian Dalam Negeri dalam sidang ke-16 perkara dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP), Senin (22/5/2017).

Keduanya dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Sugiharto.

Saksi yang diperiksa yakni Kasubag Perbendaharaan Sesditjen Dukcapil Kemendagri, Junaidi, dan panitia pemeriksa dan penerimaan barang Kemendagri, Endah Lestari.

Pernyataan kedua saksi menunjukkan bahwa ada keganjilan dalam proses pengadaan e-KTP, bahkan hingga ke lembar pertanggungjawabannya.

Selain dua staf Kemendagri, JPU juga menghadirkan lima saksi lainnya, yaitu dua teman Andi Agustinus alias Andi Naroging bernama Ferry Haryanto dan Melyanawati.

Lalu, Amilia Kusumawardani Adya Ratman dari PT Biomorf Lone Indonesia, Willy Nusantara Najoan dari PT Quadra Solutions, serta Nadjamudin Abror dari PT Superintending Company of Indonesia (Sucofindo).

Berikut ringkasan keterangan yang memberatkan terdakwa kasus e-KTP yang terungkap dalam sidang:

Anak buah disuruh bikin SPJ Fiktif

Junaidi mengaku pernah membuat surat pertanggungjawaban (SPJ) fiktif dalam pembukuan anggaran proyek e-KTP atas perintah Sugiharto.

Hal tersebut dikarenakan Sugiharto, belum mengembalikan uang pagu untuk perjalanan tim supervisi sebesar Rp 2,5 miliar yang dia pinjam dari anggaran proyek e-KTP.

Menurut Junaidi, Sugiharto saat itu menyatakan bahwa uang tersebut untuk kebutuhan Irman. Namun, ia tidak mengetahui untuk apa uang itu.

(Baca: Ada SPJ Fiktif Senilai Rp 2,5 Miliar dalam Pembukuan Proyek E-KTP)

Hingga menjelang tutup buku, uang tersebut tidak juga dikembalikan Sugiharto.

Akhirnya, Junaidi bersama staf Dukcapil lain membuat SPJ fiktif di laporan mereka. Pengeluaran tersebut dibuat seolah-olah pengeluaran untuk tim supervisi yang melakukan perekaman data di lapangan.

"SPJ-nya berupa tiket, bill hotel, itu yang dibelanjakan. Saya dapatkan dari tim supervisi yang di daerah," kata Junaidi.

Anak buah disuruh bakar dokumen

Junaidi mengaku disuruh Sugiharto membakar sejumlah dokumen berkaitan dengan catatan pemasukan dan pengeluaran.

Hal itu dilakukan setelah KPK mengendus adanya dugaan korupsi pengadaan e-KTP di Kemendagri.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com