JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tanos merasa dicurangi dalam proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).
Porsi pekerjaan yang seharusnya dilaksanakan perusahaannya justru dikurangi dan diberikan kepada sub kontraktor lain.
Hal itu dikatakan Paulus saat bersaksi dalam sidang kasus korupsi pengadaan e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (18/5/2017).
Paulus yang sedang berada di Singapura, memberikan keterangan melalui telekonferensi.
"Porsi Sandipala diambil dan di-subkontrak ke pihak lain, ke PT Pura, PT Trisakti dan perusahaan lain. Ini suatu kejanggalan," ujar Paulus, kepada majelis hakim.
PT Sandipala Arthaputra merupakan salah satu perusahaan yang tergabung dalam Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI).
Konsorsium PNRI memiliki target untuk menyelesaikan pembuatan 172 juta keping e-KTP.
Baca: Pengusaha Proyek E-KTP Akui Dua Kali Temui Setya Novanto
Dari jumlah tersebut, PT Sandipala mendapat porsi pekerjaan untuk menyelesaikan pencetakan, personalisasi dan pendistribusian 103 juta keping e-KTP.
Namun, secara tiba-tiba porsi pekerjaan PT Sandipala dikurangi menjadi hanya 60 juta keping e-KTP.
Setelah itu, porsi pekerjaan dikurangi lagi sehingga hanya diberikan target menyelesaikan pencetakan 45 juta keping e-KTP.
Menurut Paulus, kebijakan itu diputuskan dalam rapat pada 19 Desember 2011 yang diadakan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Diah Anggraini.
"Rapat yang dipimpin Ibu Sekjen dihadiri Irman dan Sugiharto dan seluruh direktur konsorsium PNRI, tapi saya tidak diundang. Risalah rapat saya dapat dari pihak lain," kata Paulus.
Menurut Paulus, pengurangan porsi pekerjaan itu membuat seolah-olah PT Sandipala tidak mampu melaksanakan target yang ditentukan sejak awal.
Padahal, PT Sandipala telah mempersiapkan tenaga ahli dan membeli peralatan yang memadai untuk melaksankan pekerjaan.