Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Pendekatan Jokowi Terkait 'War on Drugs' Keliru..."

Kompas.com - 27/04/2017, 22:57 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Imparsial Evitarossi menilai bahwa pemerintah keliru jika menggunakan kebijakan hukuman mati sebagai pendekatan dalam menanggulangi maraknya peredaran narkotika.

Menurut dia, hukuman mati terbukti tidak memberikan efek jera bagi para pelaku peredaran narkoba.

"Pendekatan Presiden Joko Widodo terkait war on drugs keliru. Hukuman mati terbukti tidak memberikan efek jera," ujar Evitarossi saat memberikan keterangan terkait evaluasi praktik hukuman mati, di bilangan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Kamis (27/4/2017).

Evitarossi menuturkan, berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN), pada tahun 2015 terdapat sekitar 3 juta pengguna narkotika. Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar 40 persen pada tahun 2015, yakni 5,1 juta pengguna.

Tercatat selama 10 tahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), telah terjadi 21 eksekusi mati. Sementara pada 2,5 tahun masa pemerintahannya, Presiden Joko Widodo telah melaksanakan 18 eksekusi mati.

"Hukuman mati terbukti tidak memiliki efek jera. Data BNN tahun 2008 terdapat 3 juta pengguna narkoba. Pada 2015 justru menjadi 5,1 juta jiwa, meningkat 40 persen," kata dia.

(Baca juga: Penerapan Hukuman Mati Dinilai Memburuk di Era Presiden Jokowi)

Pada kesempatan yang sama, Koordinator Peneliti Imparsial Ardi Marto mengatakan, hukuman mati yang masuk dalam kategori extrajudicial killing, tidak menyentuh persoalan narkotika.

Seharusnya, kata Ardi, pemerintah menerapkan pendekatan yang lebih manusiawi, misalnya dari aspek pendidikan dan kesehatan. Pendekatan tersebut dinilai lebih efektif dan sesuai dengan pemenuhan hak asasi manusia.

"Extrajudicial killing tidak menyentuh persoalan narkotika. Seharusnya pemerintah menerapkan pendekatan lain yang lebih manusiawi, jauh dari pendekatan yang bersifat represif," ujar Ardi.

Kompas TV Maju Mundur Hukuman Mati - Berkas Kompas Episode 231 Bagian 3
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com