JAKARTA, KOMPAS.com - Penerapan kebijakan hukuman mati di Indonesia menjadi salah satu isu hak asasi manusia (HAM) yang masuk ke dalam laporan organisasi masyarakat sipil dalam pra Universal Periodic Review (UPR) Dewan HAM PBB di Jenewa pada 6 April 2017 lalu.
Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Puri Kencana Putri mengatakan, pada sidang UPR siklus kedua tahun 2012, perubahan kebijakan hukuman mati menjadi salah satu rekomendasi dari sebagian besar negara anggota PBB.
Saat itu Pemerintah Indonesia menjadikan rekomendasi tersebut sebagai sebuah perhatian. Namun Puri menilai hingga saat ini tidak ada perubahan signifikan yang dilakukan pemerintah.
"Isu hukuman mati di Indonesia tidak diikuti dengan perubahan yang signifikan," ujar Puri dalam media briefing di kawasan Sabang, Jakarta Pusat, Rabu (26/4/2017).
(Baca: Eksekusi Mati Jadi Hukuman Alternatif, Kontras Nilai Pemerintah dan DPR Gamang)
Puri menuturkan, isu hukuman mati selalu terkait dengan pelanggaran HAM sebab Kontras menemukan kecacatan hukum dalam setiap praktik eksekusi mati.
Menurut dia, eksekusi mati mengandung elemen penyiksaan. Terpidana mati kerap mengalami penyiksaan psikologis sebelum dieksekusi.
"Ketika terpidana mati mengalami proses pemidanaan tanpa kepastian kapan dieksekusi itu sudah masuk ke dalam kategori penyiksaan," tutur Puri.
Di sisi lain, Kontras juga menemukan kesalahan prosedur hukum di pengadilan dalam menjatuhkan vonis mati.
Salah satu contoh kasusnya, vonis mati terhadap seorang anak di bawah umur, Yusman Telambanua di Nias.
Yusman ditangkap pada 2012 atas tuduhan pembunuhan berencana terhadap tiga orang. Kemudian Kontras berhasil menemukan fakta bahwa Yusman masih di bawah umur dan menganulir putusan pengadilan.
(Baca: Kontras: Kejagung Ambisius Lakukan Eksekusi Mati, tapi Tak Ada Evaluasi)
"Hukuman mati juga menyasar anak di bawah umur. Bagaimana kemudian hukuman mati juga bisa menyasar anak. Kasus Yusman Telambanua misalnya," kata Puri.
Puri mengakui pentingnya upaya pemerintah dalam memerangi bahaya narkoba. Meski demikian, upaya tersebut harus sejalan dengan penghormatan terhadap hak hidup seseorang.
Selain isu hukuman mati, organisasi masyarakat sipil juga menyoroti beberapa persoalan lain, yakni development justice, kebebasan berekspresi, perlindungan aktivis HAM, impunitas, konflik agraria, Papua, terorisme dan penyiksaan.
(Baca: Ini Laporan Pemerintah di UPR Terkait Penuntasan Kasus HAM Masa Lalu)
Pemerintah Indonesia akan menyampaikan laporan mengenai kondisi penegakan HAM di bawah mekanisme Universal Periodic Review (UPR) Dewan HAM PBB pada 3 hingga 5 Mei 2017 mendatang di Jenewa.
Indonesia merupakan salah satu dari 14 negara yang akan hadir dalam siklus ketiga persidangan UPR Dewan HAM.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.