Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 04/04/2017, 20:19 WIB

JAKARTA, KOMPAS — Dewan Perwakilan Daerah, yang lahir dari semangat reformasi, Senin (3/4/2017) di Kompleks Parlemen, Jakarta, memperlihatkan praktik demokrasi yang memalukan. Sejumlah anggota DPD terlibat kericuhan terkait posisi pimpinan DPD di sidang paripurna lembaga itu.

Sidang Paripurna DPD, yang awalnya dijadwalkan untuk membacakan salinan putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Peraturan DPD Nomor 1 Tahun 2016 dan Peraturan DPD No 1/2017 tentang Tata Tertib, semalam berakhir dengan ketidakpastian.

Peraturan DPD No 1/2016 dan No 1/2017 itu mengatur tentang perubahan masa jabatan unsur pimpinan DPD dari 5 tahun menjadi 2 tahun 6 bulan. Namun, dengan keluarnya putusan MA, DPD tidak punya dasar hukum untuk mengganti dan memilih unsur pimpinan DPD periode April 2017-September 2019.

Akan tetapi, sejumlah anggota DPD menolak mengikuti putusan MA itu. Pasalnya, ada anggota yang ingin dan telah bergerilya untuk mencalonkan diri sebagai pimpinan DPD 2017-2019.

(Baca: Demi Sahnya Kepemimpinan Oesman Sapta, DPD Buat Tatib Baru Lagi)

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia Jimly Asshiddiqie mengatakan, tingkah laku anggota DPD akan makin memprihatinkan jika mereka tidak bisa menyelesaikan masalah internalnya secara tertib dan dewasa.

“Putusan MA harus tetap dihormati. Namun, musyawarah untuk mufakat di internal DPD juga harus tercapai,” katanya.

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Bivitri Susanti, menambahkan, amat berbahaya jika DPD menolak melaksanakan sebuah produk hukum dari lembaga hukum tertinggi, yaitu MA.

Jajak pendapat Litbang Kompas, Januari lalu, mengungkapkan, tujuh dari 10 responden menyatakan citra DPD buruk. Sementara enam dari 10 responden menyatakan peran DPD dalam memperjuangkan aspirasi daerah di tingkat pusat belum tampak.

Beda pendapat

Kericuhan dalam sidang paripurna, kemarin, dipicu perdebatan terkait dampak dari putusan MA terhadap perubahan komposisi pimpinan DPD.

Sebelum sidang dibuka, anggota DPD asal Jawa Timur, Ahmad Nawardi, menginterupsi. Ia meminta Wakil Ketua DPD GKR Hemas dan Farouk Muhammad, pemimpin sidang, untuk turun dari jabatannya karena masa kepemimpinan mereka habis pada 3 April 2017, tepatnya pukul 13.00.

Permintaan Nawardi itu memancing interupsi yang berujung pada pertikaian di depan kursi pemimpin sidang.

(Baca: Anggota DPD Ini Beberkan Manuver Oesman Sapta untuk Jadi Ketua)

Kekisruhan makin menjadi saat Nawardi terus memaksa pemimpin sidang membacakan hasil panitia musyawarah DPD, akhir Maret lalu, yang memutuskan untuk menggelar sidang paripurna guna mengganti komposisi unsur pimpinan DPD.

Namun, kubu lainnya meminta sidang paripurna hanya untuk membacakan salinan putusan MA.

Selepas itu, sidang paripurna beberapa kali diskors dan dibuka kembali, tetapi tanpa ada keputusan. (Mhd/Age)

Kompas TV Tata Tertib DPD Tahun 2014 Kembali Berlaku
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com