Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wacanakan Komisioner KPU dari Parpol, Pansus RUU Pemilu Dinilai Gagal Paham

Kompas.com - 21/03/2017, 16:05 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengkritisi wacana yang dilontarkan Panitia Khusus Rancangan Undang-undang Pemilu.

Pansus mengusulkan agar komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) berasal dari partai politik.

Usulan itu disampaikan setelah Pansus melakukan kunjungan kerja ke Jerman beberapa waktu lalu.

Menurut Titi, dengan wacana seperti itu, kunjungan Pansus ke Jerman tidak memberikan kontribusi bagi terwujudnya pemilu yang demokratis.

Ia mengatakan, pansus gagal paham terhadap konteks pemilu di Indonesia.

"Pansus tidak hanya gagal paham, tapi justru tidak berkontribusi apa-apa dalam kunjungan itu. Konklusinya tidak relevan dalam wujudkan aturan pemilu yang demokratis," kata Titi, saat dihubungi, Selasa (21/3/2017).

Menurut Titi, dalam sistem pemilihan umum di Jerman, tidak ada lembaga seperti KPU. Pemilihan umum diselenggarakan oleh lembaga sejenis Badan Pusat Statistik.

"Tidak ada seperti KPU di sana. Nomenklatur berbeda," ucap Titi.

(Baca: Pimpinan Pansus RUU Pemilu Kembali Wacanakan Anggota KPU dari Parpol)

Titi mempertanyakan alasan Pansus yang menyebutkan unsur partai di KPU merupakan langkah untuk meminimalisir kecurangan. 

Untuk memantau kecurangan, sudah lembaga yang berwenang untuk mengawasi penyelenggara pemilu yaitu Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Selain itu, penegak hukum seperti Polri dan Kejaksaan Agung juga terlibat dalam Sentra Pengawasan Terpadu (Sentra Gakkumdu).

"Apa tidak cukup lembaga itu? Belum lagi DPR Komisi II jadi mitra kerja KPU. Tidak logis alasan mereka. Belajar dari negera lain penting tapi harus sesuai konteks. Sistem pemilu Jerman tidak sama," ujar Titi.

Titi berharap Pansus RUU Pemilu fokus pada pembahasan isu substansial dan tidak menimbulkan wacana yang kontraproduktif.

Sebab, tahapan pemilu serentak 2019 akan dimulai pada Juni 2017.

Wacana itu dilontarkan oleh Wakil Ketua Pansus Pemilu Yandri Susanto. Hal itu mengacu pada keanggotaan KPU di Jerman yang terdiri dari delapan orang berlatar belakang partai politik, dan dua orang hakim untuk mengawal bila muncul permasalahan hukum.

Saat ditanya ihwal independensi dari penyelenggara pemilu yang berlatar belakang partai politik, Yandri menjawab hal itu justru meminimalisir kecurangan.

"Itu kami tanya kemarin. Di situlah katanya kalau dari partai politik saling menjaga. Enggak mungkin di situ ada kecurangan karena akan ketahuan," ujar Yandri di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (21/3/2017).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Ahli Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Ahli Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com