Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Minta Jangan Dipaksa "Tabrak" Aturan soal Mengadili Perkara Pilkada

Kompas.com - 06/03/2017, 14:38 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) akan tetap berpegang pada ambang batas sesuai ketentuan yang berlaku untuk menindaklanjuti permohonan selisih perolehan suara Pilkada 2017.

Untuk bisa disengketakan di MK, selisih ambang batas tersebut berkisar 0,5 persen hingga 2 persen dari total suara sah.

Hal ini disampaikan Juru Bicara MK Fajar Laksono menanggapi sikap sejumlah pihak yang meminta MK agar tidak hanya berpaku pada selisih perolehan suara untuk menindaklanjuti permohonan sengketa Pilkada.

"Sejauh ini, sebagaimana dikemukakan Ketua MK dalam berbagai kesempatan, MK tetap berpegang pada aturan main sesuai UU Pilkada," kata Fajar, melalui pesan singkatnya, Senin (6/3/2017).

Fajar menjelaskan, ambang batas selisih suara merupakan syarat pengajuan permohonan gugatan ke MK yang ditetapkan di dalam Pasal 158 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Peraturan itu sudah ditetapkan oleh pembentuk UU, yakni pemerintah dan DPR.

Oleh karena itu, sedianya semua kontestan tahu dan paham mengenai aturan tersebut.

"Ibarat pertandingan sepak bola, semua pemain sudah paham akan aturan mainnya dan tentu saja harus taat mengikuti aturan tersebut," kata Fajar.

"Jika MK mengabaikan aturan tersebut, maka menjadi tidak fair. Sebab di tengah pertandingan, pemain meminta wasit untuk mengabaikan aturan tersebut. Itu sama artinya dengan meminta wasit untuk melanggar aturan," tambah Fajar.

Selain itu, lanjut Fajar, berpegang pada aturan yang berlaku juga sangat penting guna menegaskan bahwa MK tidak bisa digiring oleh pihak manapun dengan kepentingan tertentu.

Hal ini berkaca pada penyelesaian sengketa pilkada 2015.

Fajar mengatakan, saat itu ada kuasa hukum yang bermain "dua kaki". 

Pada saat tertentu, pembela pihak termohon itu menyatakan MK harus tetap berpegang pada aturan, yakni ambang batas selisih suara.

Sementara, saat mengurus sengketa pilkada di daerah lainnya, kuasa hukum membela pihak Pemohon dan meminta MK mengabaikan aturan tersebut.

"Dalam hal ini, pendapat selalu berada di atas kepentingannya sendiri," kata Fajar.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com