Oleh karena itu, MK akan tetap berdiri di atas semua kepentingan para pihak.
MK, kata Fajar, akan menjadi 'wasit' yang adil dalam menanggapi perselisihan suara dalam pilkada.
"MK tidak perlu diimbau oleh pihak manapun soal bagaimana harus mengadili perkara. Apalagi memaksa-maksa melalui opini agar MK melabrak ketentuan soal ambang batas itu," kata Fajar.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti menilai, banyak persoalan yang terjadi pada perhelatan pilkada.
Misalnya, masih banyak masyarakat yang tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT), meski diketahui memiliki KTP elektronik.
Selain itu, dari hasil pemantauan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), ditemukan setidaknya 600 kasus dugaan politik uang yang terjadi di 101 daerah yang menyelenggarakan pilkada serentak tahun ini.
Oleh karena itu, MK sedianya tak membatasi penyelesaian persoalan pilkada pada pada selisih suara saja.
Sebab, menurut Ray, hal itu akan menghilangkan substansi dari pelaksanaan pilkada sebagai perwujudan Demokrasi.
Sementara itu, Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil menilai, ketentuan ambang batas tersebut memicu terjadinya pelanggaran secara masif, termasuk praktik politik uang.
Sebab, pasangan calon (paslon) atau tim pemenangannya akan melakukan upaya apapun agar mendapatkan selisih angka yang terpaut jauh dari paslon yang menjadi pesaingnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.