Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Berharap Pencabutan Hak Politik Konsisten Diterapkan

Kompas.com - 20/02/2017, 21:31 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi putusan hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta terkait pencabutan hak politik bagi mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Irman Gusman.

Vonis pencabutan hak politik selama tiga tahun terhadap Irman itu sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada KPK.

"Kami memberikan apresiasi terhadap pengadilan yang sudah memulai kembali menerapkan hukuman tambahan pencabutan hak politik tersebut," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Senin (20/2/2017).

Menurut Febri, selama ini vonis pencabutan hak politik lebih banyak diterapkan hakim pada tingkat banding atau kasasi.

(Baca: Irman Gusman Divonis 4,5 Tahun Penjara)

Semisal, pada kasus yang menyeret mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq. Pada tingkat kasasi, MA mencabut hak politik Luthfi untuk dipilih dalam jabatan publik.

"Semoga ke depan bisa diterapkan secara konsisten terutama untuk perkara yang melibatkan pihak dari sektor politik, terutama pihak yang dalam menduduki jabatannya dipilih oleh masarakat luas," kata Febri.

KPK, kata Febri, berharap vonis pencabutan hak politik terhadap Irman akan memberi dampak positif untuk pencegahan korupsi di kalangan pejabat publik.

"Kami harap, pencabutan hak politik meningkatkan efek jera khusunya korupsi disektor politik atau yang melibatkan pejabat yang dipilih berdasarkan suara dari masyarakat," kata Febri.

Sementara terkait vonis selama 4,5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan, Jaksa Penuntut masih mempertimbangkan untuk mengajukan banding.

Sebab, vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa, yakni hukuman 7 tahun penjara dan denda sebesar Rp 200 juta subsider 5 bulan kurungan.

"Jaksa penuntut masih mempertimbangkan lebih lanjut atau menggunakan mekanisme fikir-fikir dalam jangka waktu tujuh hari," ujarnya.

Dalam sidang putusan yang digelar di pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (20/2/2017) majelis hakim menilai, Irman terbukti melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam pertimbangannya, majelis hakim berpendapat bahwa Irman telah mencederai amanat sebagai Ketua DPD RI.

(Baca: Hakim Cabut Hak Politik Irman Gusman)

Irman tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Selain itu, Irman tidak berterus terang dalam persidangan.

Irman terbukti menerima suap sebesar Rp 100 juta dari Direktur CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto dan Memi.

Irman terbukti menggunakan pengaruhnya sebagai Ketua DPD untuk mengatur pemberian kuota gula impor dari Perum Bulog kepada perusahaan milik Xaveriandy.

Kompas TV Mantan Ketua DPD Irman Gusman menjalani sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Pada sidang sebelumnya, Irman dituntut 7 tahun penjara dan denda Rp 200 juta, terkait suap pembelian gula impor dari Perum Bulog sebanyak seribu ton.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soroti Ketimpangan, Megawati: Bisa Beli Handphone, tapi Risma Nangis Ada Juga yang Tinggal di Kandang Kambing

Soroti Ketimpangan, Megawati: Bisa Beli Handphone, tapi Risma Nangis Ada Juga yang Tinggal di Kandang Kambing

Nasional
Ganjar Pranowo: 17 Poin Rekomendasi Rakernas Beri Gambaran Sikap Politik PDIP

Ganjar Pranowo: 17 Poin Rekomendasi Rakernas Beri Gambaran Sikap Politik PDIP

Nasional
Sambut Pilkada 2024, Megawati Minta Kader PDIP Turun ke Akar Rumput

Sambut Pilkada 2024, Megawati Minta Kader PDIP Turun ke Akar Rumput

Nasional
Besok, Joice Triatman dan Pegawai di Nasdem Tower Jadi Saksi di Sidang SYL

Besok, Joice Triatman dan Pegawai di Nasdem Tower Jadi Saksi di Sidang SYL

Nasional
Bongkar Aliran Uang, KPK Bakal Hadirkan Istri, Anak dan Cucu SYL di Persidangan

Bongkar Aliran Uang, KPK Bakal Hadirkan Istri, Anak dan Cucu SYL di Persidangan

Nasional
Megawati: Posisi Politik PDI-P Selama Ini Diputuskan dalam Kongres Partai

Megawati: Posisi Politik PDI-P Selama Ini Diputuskan dalam Kongres Partai

Nasional
Soal Jatah Menteri untuk Demokrat, Wasekjen: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo...

Soal Jatah Menteri untuk Demokrat, Wasekjen: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo...

Nasional
Rekomendasi Rakernas Kelima PDI-P, Megawati Diminta Kesediaannya untuk Kembali Jadi Ketum

Rekomendasi Rakernas Kelima PDI-P, Megawati Diminta Kesediaannya untuk Kembali Jadi Ketum

Nasional
Pertamina Patra Niaga Terus Tertibkan Operasional SPBE

Pertamina Patra Niaga Terus Tertibkan Operasional SPBE

Nasional
Megawati: Ada yang Lama Ikut Katanya Ibu Menghina Sebut Kader, Tahulah Siapa...

Megawati: Ada yang Lama Ikut Katanya Ibu Menghina Sebut Kader, Tahulah Siapa...

Nasional
Pengamat: Permintaan Maaf PDI-P Atas Kadernya yang Melanggar Konstitusi untuk Tunjukkan Sikap Legowo

Pengamat: Permintaan Maaf PDI-P Atas Kadernya yang Melanggar Konstitusi untuk Tunjukkan Sikap Legowo

Nasional
Megawati: Sekarang Tuh Hukum Versus Hukum, Terjadi di MK, KPK, KPU

Megawati: Sekarang Tuh Hukum Versus Hukum, Terjadi di MK, KPK, KPU

Nasional
Ketua DPD PDIP Jatim Said Abdullah Dukung Megawati Soekarnoputri Kembali jadi Ketua Umum PDIP

Ketua DPD PDIP Jatim Said Abdullah Dukung Megawati Soekarnoputri Kembali jadi Ketua Umum PDIP

Nasional
Ditinggal Jokowi, PDI-P Disebut Bisa Menang Pileg karena Sosok Megawati

Ditinggal Jokowi, PDI-P Disebut Bisa Menang Pileg karena Sosok Megawati

Nasional
Rakernas V PDI-P Rekomendasikan ke Fraksi DPR Dorong Kebijakan Legislasi Tingkatkan Kualitas Demokrasi Pancasila

Rakernas V PDI-P Rekomendasikan ke Fraksi DPR Dorong Kebijakan Legislasi Tingkatkan Kualitas Demokrasi Pancasila

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com