JAKARTA, KOMPAS.com - Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah memastikan tak ambil bagian dalam aksi yang akan digelar di depan Gedung DPR pada Selasa (21/2/2017) besok.
Dahnil mengatakan, salah satu tujuan aksi itu adalah menuntut pemberhentian sementara terdakwa kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama dari jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Menurut dia, tuntutan Pemuda Muhammadiyah terkait Ahok telah disampaikan langsung kepada Presiden Joko Widodo, saat bertemu pada Senin (20/12/2017) siang ini.
"Sebenarnya aspirasinya kawan-kawan yang besok itu demo, itu sudah kami sampaikan, bahkan terus terang langsung kepada Pak Presiden dan Pak Presiden langsung menjawab itu," kata Dahnil, seusai bertemu Presiden.
Ia mengatakan, Presiden Jokowi berjanji menunggu pandangan hukum dari Pengadilan Tata Usaha Negara terkait status Ahok.
Apabila PTUN mengabulkan gugatan Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) agar Ahok diberhentikan sementara dari Gubernur DKI, maka Jokowi akan mengikutinya.
"Nanti kalau sudah keluar PTUN kita tagih sikap Beliau, apakah Beliau akan tetap konsisten dengan sikap itu," ujar Dahnil.
Namun, Dahnil menghargai masyarakat yang akan menggunakan hak konstitusionalnya dengan menggelar aksi.
Ia berharap, aksi tersebut dapat berjalan secara tertib.
"Kalau kemudian arahnya sudah anarkis, memaksakan kehendak, tentu kami tidak bersepakat," kata dia.
Dahnil juga mengingatkan masyarakat yang menggelar aksi agar jangan sampai ditunggangi untuk kepentingan politik pihak tertentu.
"Jadi kawan-kawan yang aksi besok saya pikir harus hati hati karena penggunaan massa dan segala macam itu rawan digunakan untuk kepntingan kepentingan politik," ujar dia.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar mengatakan, pihaknya menerima informasi adanya ajakan-ajakan provokatif untuk berbuat anarkistis pada aksi 21 Februari 2017.
Rencananya, aksi tersebut akan dilakukan di depan Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. Aksi tersebut masih terkait Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
"Kami deteksi adanya kegiatan yang mengarah pada provokatif, kepada hal-hal yang menuju sebuah kondisi anarkistis," ujar Boy, di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Senin (20/2/2017).
Boy mengatakan, informasi tersebut didapatkan dari intelijen kepolisian. Selain itu, diketahui beredar pula ajakan provokatif di media sosial.
Boy menekankan kepada masyarakat untuk tidak terpancing dengan informasi di dunia maya yang sumir.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.