Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tidak seperti SBY, Ini Cara Jokowi Angkat Hakim MK Pengganti Patrialis

Kompas.com - 28/01/2017, 13:44 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Joko Widodo tidak akan meniru Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono dalam hal pengangkatan hakim Mahkamah Konstitusi (MK).

Jika saat mengangkat Patrialis Akbar menjabat Hakim MK pada 2013 silam, SBY menggunakan hak dengan penunjukan langsung, kini Jokowi akan mencari pengganti Patrialis dengan cara yang lebih transparan dan akuntabel. Bagaimana caranya?

"Kebetulan kan Pak Patrialis dari unsur pemerintah. Nanti pemerintah, dalam hal ini Presiden, akan membentuk tim seleksi (timsel) hakim MK," ujar Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly di kantornya, Sabtu (28/1/2017).

"Nanti secara terbuka, transparan, dan akuntabel, timsel ini akan bekerja. Siapa yang mau mendaftar (menjadi hakim MK), silakan mendaftar ke timsel," lanjut dia.

Setelah itu, timsel-lah yang akan menilai mana sosok calon hakim yang sesuai dengan persyaratan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK, yakni sosok yang berintegritas, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak rangkap jabatan.

Adapun syarat formalnya adalah WNI, berpendidikan sarjana hukum, berusia sekurang-kurangnya 40 tahun, tidak pernah dijatuhi pidana penjara dengan hukuman lima tahun lebih, dan mempunyai pengalaman di bidang hukum sekurang-kurangnya 10 tahun.

Meski demikian, lanjut Yasona, Presiden saat ini masih menunggu surat resmi permohonan pembebastugasan Patrialis dari jajaran MK.

"Biar MK yang kasih surat resminya dulu. Nanti prosesnya di Presiden," ujar Yasona.

Yasona juga belum bisa memperkirakan kapan kira-kira tim seleksi tersebut akan dibentuk dan siapa saja yang bakal menjadi tim seleksi hakim MK itu.

Diberitakan sebelumnya, KPK menangkap Patrialis di pusat perbelanjaan di bilangan Jakarta Pusat, Rabu (25/1/2017). Patrialis diduga menerima suap senilai 20.000 dollar AS dan 200.000 dollar Singapura, atau sekitar Rp 2,15 miliar.

Suap diduga diberikan oleh pengusaha impor daging bernama Basuki Hariman. Uang suap diberikan, diduga agar Patrialis membantu mengabulkan gugatan uji materi yang sedang diproses di Mahkamah Konstitusi. Perkara gugatan yang dimaksud adalah uji materi nomor 129/puu/XII/2015.

Pengujian tersebut terkait Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Kompas TV Istri Patrialis Akbar Bawakan Barang Keperluan Sehari-Hari
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain di Pilgub Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain di Pilgub Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com