Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Regulasi dan Birokrasi yang Rumit Dinilai Hambat Legalisasi Hutan Adat

Kompas.com - 04/01/2017, 18:31 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (Huma Indonesia), Dahniar Adriani mengatakan, pemerintah harus segera mengambil langkah nyata terkait janji Presiden Joko Widodo mengurangi kesenjangan sosial dengan mempercepat proses legalisasi hutan adat untuk masyarakat adat setempat.

Janji percepatan itu diungkapkan Presiden Jokowi saat memimpin rapat kabinet paripurna di Istana Bogor, Rabu (4/1/2017).

Menurut Dahniar ada beberapa kendala yang dihadapi masyarakat hukum adat saat mengurus legalisasi hutan adat. Mereka sering menghadapi kerumitan proses birokrasi dan peraturan perundang-undangan.

"Ada beberapa kendala terkait percepatan legalisasi hutan adat, misalnya pengakuan atas masyarakat hukum adat membutuhkan legalitas formil produk hukum daerah, baik itu perda maupun keputusan kepala daerah," ujar Dahniar saat dihubungi, Rabu (4/1/2017).

Kendala berikutnya, lanjut Dahniar, ada lebih dari satu produk hukum yang mengatur soal pengakuan masyarakat hukum adat.

Pengukuhan masyarakat hukum adat tercantum dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Dalam Pasal 67 di UU Kehutanan, pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat mensyaratkan penetapan melalui Perda.

Di sisi lain tahap pengakuan diatur juga dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 41 tahun 1999 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.

Berdasarkan Permendagri tersebut, pengakuan masyarakat hukum adat harus melalui beberapa tahap, yakni pembentukan panitia, identifikasi masyarakat hukum adat, verifikasi dan validasi.

"Ada lebih dari satu cantolan hukumnya terkait pengakuan masyarkat hukum adat, seperti mandat Pasal 67 dari UU Nomor 41 tahun 1999 dan Permendagri Nomor 52  tahun 2014," tuturnya.

Persoalan lain yang muncul, kata Dahniar, hutan adat masih belum terdiseminasi di tingkat daerah, baik provinsi maupun kabupaten.

Hal tersebut menghambat tahapan pengakuan masyarakat hukum adat dalam menerbitkan Perda.

Pendaftaran kawasan hutan adat sebenarnya telah diajukan oleh sejumlah masyarakat hukum adat dan organisasi masyarakat sipil sejak 5 Oktober 2015 ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

(Baca: Masyarakat Adat Tagih Janji Jokowi Terkait Penetapan Kawasan Hutan Adat)

Penetapan kawasan hukum adat tersebut diajukan oleh masyarakat hukum adat Marga Serampas di Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi, masyarakat Ammatoa Kajang di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, masyarakat Lipu Wana Posangke di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, dan Kasepuhan Karang di Kabupaten Lebak, Banten.

Namun, KLHK baru mengeluarkan penetapan kawasan hutan adat tersebut pada 30 Desember 2016.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral saya Marahi

Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral saya Marahi

Nasional
MPR Akan Temui Prabowo-Gibran Bicara Masalah Kebangsaan

MPR Akan Temui Prabowo-Gibran Bicara Masalah Kebangsaan

Nasional
Hakim Fahzal Hendri Pimpin Sidang Dugaan Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh

Hakim Fahzal Hendri Pimpin Sidang Dugaan Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh

Nasional
Hakim MK Saldi Isra Sindir Pemohon Gugatan Pileg Tidak Hadir: Kita Nyanyi Gugur Bunga

Hakim MK Saldi Isra Sindir Pemohon Gugatan Pileg Tidak Hadir: Kita Nyanyi Gugur Bunga

Nasional
Kaesang Sebut Ayahnya Akan Bantu Kampanye Pilkada, Jokowi: Itu Urusan PSI

Kaesang Sebut Ayahnya Akan Bantu Kampanye Pilkada, Jokowi: Itu Urusan PSI

Nasional
Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

Oknum TNI AL Pukul Sopir Pikap di Bogor, Danpuspom: Ada Miskomunikasi di Jalan

Nasional
Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar Digeledah KPK, BURT: Proses Hukum Harus Kita Hormati

Nasional
Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

Kompolnas Duga Ada Pelanggaran Penugasan Brigadir RAT untuk Kawal Pengusaha

Nasional
Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Surya Paloh Pamer Nasdem Bisa Dukung Anies, tapi Tetap Berada di Pemerintahan Jokowi

Nasional
Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Sempat Ditunda, Sidang Praperadilan Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Digelar Lagi Hari Ini

Nasional
Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Hardiknas 2024, Puan Maharani Soroti Ketimpangan Pendidikan hingga Kesejahteraan Guru

Nasional
Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Rakornis, Puspom dan Propam Duduk Bersama Cegah Konflik TNI-Polri Terulang

Nasional
Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Hardiknas 2024, Pertamina Goes To Campus 2024 Hadir di 15 Kampus Terkemuka

Nasional
Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Atasan Tak Tahu Brigadir RAT Kawal Pengusaha di Jakarta, Kompolnas: Pimpinannya Harus Diperiksa

Nasional
Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com