JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan, kebijakan bebas visa dapat terus diberlakukan.
Menurut dia, kebijakan itu bertujuan meningkatkan pariwisata di Indonesia.
Apalagi, negara-negara tetangga juga menerapkan hal yang sama dalam meningkatkan upaya peningkatan wisatawan.
"Kebijakan bebas visa itu tujuannya untuk turisme, untuk meningkatkan arus turis. Masa Indonesia segede ini, Indonesia yang begitu besar, banyak destinasi turisnya jumlah wisatawannya lebih kecil dari Malaysia," kata Yasonna, di Kompleks Kemenkumham, Jakarta, Kamis (29/12/2016).
Menurut Yaasonna, kebijakan bebas visa dapat terus diterapkan melalui pengawasan yang maksimal.
Kemenkumham melakukan pengawasan terhadap pelintasan warga negara asing yang masuk dan keluar dari Indonesia.
"Yang penting soal bebas visa itu adalah pengawasan. Jadi datang orang asing itu yang masuk 9 juta, yang keluar juga 9 juta. Bahkan lebih besar yang keluar," ujar Yasonna.
Menurut dia, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara telah menemukan penyebar isu "serbuan" TKA ilegal asal China.
Pemerintah juga telah memberikan klarifikasi.
"Informasi itu hoax. Sekarang banyak hoax. Sekarang kami minta kalau klaim katanya ada data 10 juta TKA, tunjukkan," ucap Yasonna.
Wacana evaluasi hingga moratorium kebijakan bebas visa, mencuat dari isu "serbuan" tenaga kerja Ilegal (TKA) asal China di Indonesia.
Isu ini dinilai meresahkan.
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan meminta pemerintah mengevaluasi kebijakan bebas visa.
Ia menilai, kebijakan ini belum terbukti meningkatkan jumlah wisatawan asing ke Indonesia.
Selain Zulkifli, Wakil Presiden Jusuf Kalla juga angkat bicara. Kalla mendorong evaluasi kebijakan bebas visa.
Terutama, apabila kebijakan tersebut justru tidak menguntungkan Indonesia.
Senada dengan Zulkifli dan Kalla, Wakil Ketua Komisi IX Saleh Partaonan Daulay meminta pemerintah segera mengevaluasi dan mencabut kebijakan bebas visa.
Kebijakan itu dianggapnya telah menimbulkan keresahan di masyarakat.