Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Jabatan Hakim MK Seumur Hidup Itu Mengerikan"

Kompas.com - 27/12/2016, 18:01 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari mengatakan, jabatan hakim konstitusi yang menjadi seumur hidup akan memengaruhi kualitas putusan.

Ia menanggapi usulan perpanjangan jabatan hakim konstitusi menjadi seumur hidup.

Usulan tersebut bergulir menyusul adanya uji materi masa jabatan hakim yang dimohonkan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Menurut saya, (jabatan hakim konstitusi) seumur hidup itu agak mengerikan," kata Feri, seusai diskusi di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (27/12/2016).

Menurut dia, para hakim konstitusi sebaiknya tidak memutus perkara-perkara yang berkaitan dengan mereka.

"Misalnya ada kewenangan apakah ini kewenangan MK berkaitan dengan pilkada atau tidak, apakah MK boleh menguji UU yang dibuat sebelum perubahan Undang-Undang Dasar. Itu boleh karena soal kewenangan," kata dia.

Putusan mengenai personal hakim seperti masa jabatan, gaji hakim, dan hal-hal personal lainnya juga dianggap tidak lazim dalam kajian-kajian yang berkaitan dengan putusan peradilan.

Jika MK mengabulkan uji materi itu, Feri menilai, idealnya berlaku untuk para hakim konstitusi pada jabatan berikutnya.

"Contoh, dulu ada (putusan terkait) DPR di Amerika yang membolehkan naik gaji mereka sendiri. Tapi berlaku untuk periode DPR berikutnya. Sehingga menghilangkan bias kepentingan pribadi. Nah MK harus meniru seperti itu," papar Feri.

Feri menilai, jabatan hakim konstitusi saat ini memang belum ideal, yaitu 5 tahun dan maksimal menjabat dua periode secara berturut-turut.

Masa jabatan 5 tahun, menurut dia, mendekatkan para hakim dengan kepentingan politik.

Seharusnya, jabatan hakim konstotusi lebih dari masa jabatan politik, misalnya 7 hingga 9 tahun.

"Tapi itu hanya sekali periode. Jadi mereka hanya sekali dipilih ya sudah selesai itu tidak bisa dipilih lagi," kata Feri.

Ia menegaskan, hakim konstitusi merupakan satu-satunya hakim yang memiliki sikap kenegarawanan. Mereka harus orang-orang khusus yang adil, baik, dipilih rakyat, bukan orang-orang "titipan" yang berafiliasi terhadap kelompok politik tertentu.

Oleh karena itu, menjadi sangat riskan jika nantinya jabatan hakim konstitusi berlaku seumur hidup.

"Sejauh ini lembaga-lembaga yang memilih hakim konstitusi acap kali menitipkan orang-orangnya. Jadi ini yang masalah. Presiden, Mahkamah Agung dan DPR. Tiga ini yang sering menitipkan figur-figur tertentu untuk bergerak di MK," ujar Feri.

"Meskipun ada beberapa figur (hakim) yang cukup independen, tapi konsekuensinya setelah 5 tahun mereka jarang dipilih lagi atau sebagian mengundurkan diri. Misal, Prof Mahfud MD," lanjut dia. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com