Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Busyro Dukung Pendanaan Parpol oleh Negara asalkan Diawasi dengan Ketat

Kompas.com - 23/11/2016, 08:49 WIB
Andi Hartik

Penulis

MALANG, KOMPAS.com — Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberatasan Korupsi Busyro Muqoddas sepakat dengan usulan kenaikan dana bantuan keuangan untuk partai politik.

Namun, Busyro mengingatkan bahwa dana itu harus diawasi secara ketat dan penggunaannya harus secara terbuka.

"Setuju, dengan syarat ketat, yaitu ada sistem monitoring penggunaan dan akuntabiltas dan didesain oleh KPK. Jangan diserahkan kepada parpol," kata Busyro seusai menjadi pemateri dalam diskusi di Omah Munir, Kota Batu, Jawa Timur, Selasa (22/11/2016).

Dalam hal ini, Busyro menyebut KPK tidak bisa sendirian. KPK harus menggandeng lembaga pengawas keuangan lain, seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Tidak hanya itu, parpol juga harus membuat surat persetujuan secara tertulis untuk tidak menerima dana dari sumber yang tidak jelas. Hal itu untuk menghindari kepentingan para pemodal di tubuh parpol.

"Ada gentlemen agreement tertulis bahwa parpol tidak menerima dana-dana gelap dari penyumbang-penyumbang gelap. Untuk menghindari, jangan sampai pemenang itu adalah representasi dari pemodal," katanya.

Menurut Busyro, adanya pengaruh pemodal di dalam tubuh parpol akan berpengaruh terhadap jalannya pemerintahan dan berdampak terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuat.

KPK membuat kajian tentang pendanaan parpol oleh negara. Dalam hal ini, KPK merekomendasikan supaya 50 persen pendanaan parpol ditanggung oleh negara. Adapun 50 persen sisanya ditanggung oleh parpol sendiri.

Dari hasil kajian, untuk pendanaan 10 parpol yang ada di Indonesia sebesar Rp 9,3 triliun. Dengan begitu, negara menanggung pendanaan sebesar Rp 4,7 trilliun. Sebanyak Rp 4,7 triliun sisanya ditanggung sendiri oleh parpol.

Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh KPK itu juga diketahui bahwa sumbangan negara dalam pendanaan parpol selama ini masih sangat minim, yaitu sekitar 0,5 persen dari total kebutuhan partai. Adapun sisa 99,5 persen ditanggung sendiri oleh parpol.

Kondisi itu dinilai membuat angka terjadinya korupsi marak. Sebab, parpol membutuhkan banyak pengeluaran sementara uang tidak ada.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

Nasional
Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Nasional
Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Nasional
Waspada MERS-CoV, Jemaah Haji Indonesia Diminta Melapor Jika Alami Demam Tinggi

Waspada MERS-CoV, Jemaah Haji Indonesia Diminta Melapor Jika Alami Demam Tinggi

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Datangi Rumah Airlangga, Klaim Sudah Didukung Golkar Maju Pilkada Jatim

Khofifah-Emil Dardak Datangi Rumah Airlangga, Klaim Sudah Didukung Golkar Maju Pilkada Jatim

Nasional
Kemenag Ingatkan Jemaah Haji Dilarang Bentangkan Spanduk dan Bendera di Arab Saudi

Kemenag Ingatkan Jemaah Haji Dilarang Bentangkan Spanduk dan Bendera di Arab Saudi

Nasional
Imigrasi Tangkap DPO Penyelundupan Manusia, Kerjasama dengan Istri Pelaku

Imigrasi Tangkap DPO Penyelundupan Manusia, Kerjasama dengan Istri Pelaku

Nasional
Canangkan Gerakan Literasi Desa, Wapres Ingin SDM Indonesia Unggul

Canangkan Gerakan Literasi Desa, Wapres Ingin SDM Indonesia Unggul

Nasional
DPR Sentil Kemendikbud yang Bilang Pendidikan Tinggi Tidak Wajib: Orang Miskin Dilarang Kuliah? Prihatin

DPR Sentil Kemendikbud yang Bilang Pendidikan Tinggi Tidak Wajib: Orang Miskin Dilarang Kuliah? Prihatin

Nasional
Respons Istana Soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P: Presiden Selalu Menghormati

Respons Istana Soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P: Presiden Selalu Menghormati

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Prabowo Ajak PKS atau PDI-P ke Dalam Koalisi?

GASPOL! Hari Ini: Prabowo Ajak PKS atau PDI-P ke Dalam Koalisi?

Nasional
Ngabalin: Revisi UU Kementerian Negara untuk Kebutuhan Masyarakat, Paten Itu Barang...

Ngabalin: Revisi UU Kementerian Negara untuk Kebutuhan Masyarakat, Paten Itu Barang...

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Golkar: Baleg Mewakili Partai-partai

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Golkar: Baleg Mewakili Partai-partai

Nasional
Soal RUU Penyiaran, KIP: UU Pers Bilang Wartawan Tak Boleh Dihalangi

Soal RUU Penyiaran, KIP: UU Pers Bilang Wartawan Tak Boleh Dihalangi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com